Ikutilah Imam Shalat Tarawih 23 Rakaat Hingga Selesai

Kita tahu keutamaan mengikuti imam shalat malam (shalat tarawih) hingga imam selesai. Bagaimana jika imam melaksanakan hingga 23 raka’aat sedangkan kita lebih cenderung pada 11 raka’at?<br /> Dari Abu Dzar <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,<br /> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً</div> “<em>Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh</em>.” (HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini <em>shahih</em>).<br /> Dalam riwayat lain dalam Musnad Imam Ahmad, disebutkan dari Abu Dzar, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,<br /> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ بَقِيَّةُ لَيْلَتِهِ</div> “<em>Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam hingga imam selesai, maka ia dihitung mendapatkan pahala shalat di sisa malamnya.</em>” (HR. Ahmad 5: 163. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini <em>shahih</em> sesuai syarat Muslim)<br /> Pertanyaan yang diajukan di atas diajukan pada Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai berikut.<br /> Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz <em>rahimahullah</em> –mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam- pernah ditanya, “Jika seseorang shalat di bulan Ramadhan bersama orang yang melaksanakan shalat 23 raka’at dan ia mencukupkan diri dengan 11 raka’at, artinya tidak merampungkan shalat malam bersama imam hingga selesai. Apakah yang dilakukannya seperti itu sesuai dengan sunnah?”<br /> Syaikh <em>rahimahullah</em> menjawab, “<span style="text-decoration: underline;">Yang sesuai sunnah adalah mengerjakan shalat hingga imam selesai walau ketika itu imam mengerjakan hingga 23 raka’at</span>. Karena Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda, “<em>Sesungguhnya siapa saja yang shalat (fardhu yaitu Isya’ dan Shubuh, pe</em><em>n.</em><em>) bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh).</em>” Dalam lafazh lain disebutkan, “<em>Dicatatkan baginya pahala shalat malam yang tersisa</em>.”<br /> Oleh karena itu, afdhalnya bagi makmum tetap mengikuti shalat imam hingga imam itu selesai, baik imam shalatnya 11 atau 13 atau 23 raka’at. Jadi lebih afdhal jika mengikuti imam hingga imam itu selesai.” (<em>Majmu’ Fatawa Ibnu Baz</em>, 11: 325. Dinukil dari Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab no. 153247).<br /> Catatan: Shalat tarawih 23 raka’at yang dibahas adalah shalat yang tidak ngebut, tidak cepat-cepat, tetap masih ada thuma’ninah (tenang). Jika shalatnya ngebut. Silakan baca: <a href="http://www.rohis-arrasyid.cf/2015/06/shalat-tarawih-23-rakaat-dengan-ngebut.html" target="">Shalat Tarawih 23 Raka’at dengan Ngebut</a>.<br /> <em>Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.</em><br /> —<br /> <br /> Penulis: <a href="http://rumaysho.com/about-me">Muhammad Abduh Tuasikal</a><br /> <br /> <div style="text-align: justify;"> <i>Artikel <a href="http://rumaysho.com/">Rumaysho.Com</a></i></div>

Ikutilah Imam Shalat Tarawih 23 Rakaat Hingga Selesai

Kita tahu keutamaan mengikuti imam shalat malam (shalat tarawih) hingga imam selesai. Bagaimana jika imam melaksanakan hingga 23 raka’aat ...

Read more »

Shalat Tarawih 23 Raka’at dengan Ngebut

<div style="text-align: justify;"> Selalu jadi perselisihan, manakah yang lebih afdhol 11 atau 23 raka’at. Kalau kami sendiri menilai bahwa kedua cara tersebut semuanya itu baik asal shalatnya dilakukan dengan benar. Yaitu harus ada thuma’ninah dan tidak ngebut secepat kilat bagai kencangnya bis patas atau bagai ayam matuk. Ada yang mengerjakan shalat 23 raka’at yang begitu cepat sampai bisa diselesaikan dalam waktu 10-15 menit. <em>Wallahul musta’an</em>.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Shalat Tarawih Disunnahkan Berjama’ah</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim <em>rahimahullah</em> berkata,</div> <div style="text-align: justify;"> “Hukum shalat tarawih adalah sunnah. Shalat tersebut dilakukan dengan berjama’ah lebih afdhol. Karena hal ini sudah ma’ruf di tengah-tengah sahabat dan para ulama sesudahnya telah menyepakatinya.” (<em>Syarh Wazhoif Ramadhan</em>, hal. 133).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Masalah Jumlah Raka’at</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Kembali disebutkan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Qosim,</div> <div style="text-align: justify;"> “Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sah-sah saja melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at seperti yang masyhur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih sebanyak 36 raka’at sebagaimana pendapat Imam Malik. Boleh pula melaksanakan shalat tarawih dengan 11 raka’at atau 13 raka’at. Semua itu baik. Boleh saja mengerjakan shalat tarawih dengan banyak raka’at atau sedikit raka’at tergantung pada lama dan pendeknya berdiri.</div> <div style="text-align: justify;"> ‘Umar bin Khottob <em>radhiyallahu ‘anhu</em> ketika mengumpulkan jama’ah dengan imam Ubay bin Ka’ab, ia memerintahkan untuk mengerjakan 20 raka’at.</div> <div style="text-align: justify;"> Para sahabat sendiri ketika mengerjakan shalat malam, ada di antara mereka yang mengerjakan dengan sedikit raka’at dan ada yang dengan banyak raka’at. Adapun membatasi dengan jumlah raka’at tertentu tidak ada dalam Islam sama sekali.” (<em>Syarh Wazhoif Ramadhan</em>, hal. 133-134).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Shalat Tarawih dengan Jumlah Raka’at yang Banyak Namun “Ngebut”</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Lalu kembali Syaikh ‘Abdurrahman bin Qosim menyinggung orang-orang yang shalat tanpa thuma’ninah seperti yang kita perhatikan saat ini pada sebagian jama’ah yang melakukan tarawih dengan 23 raka’at (raka’at yang banyak). Beliau <em>rahimahullah </em>berkata,</div> <div style="text-align: justify;"> “Banyak sekali imam yang ketika melaksanakan shalat tarawih tanpa memakai nalar. Mereka melakukannya tanpa ada thuma’ninah ketika ruku’ dan sujud. Padahal thuma’ninah termasuk rukun shalat. Dalam shalat kita pun dituntut untuk menghadirkan hati dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah yang dibaca. Tentu thuma’ninah dan khusyu’ tidak didapati ketika seseorang ngebut dalam shalatnya. Jika mau dinilai, sedikit raka’at namun disertai khusyu’ ketika ruku’ dan sujud itu lebih baik daripada banyak raka’at namun dilakukan dengan ngebut yang jelas dilarang dalam shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> Kalau mau dikata, mengerjakan shalat malam dengan 10 raka’at namun ada thuma’ninah lebih baik daripada 20 raka’at dengan tergesa-gesa. Karena ruh shalat adalah ketika hati itu benar-benar menghadap Allah.</div> <div style="text-align: justify;"> Begitu pula membaca Al Qur’an dengan tartil lebih baik daripada dengan terburu-buru. Yang masih dibolehkan adalah dalam keadaan cepat namun tidak ada satu huruf pun yang luput dibaca. Yang tidak dibolehkan adalah jika sampai menghilangkan satu huruf bacaan karena terburu-buru dalam shalat. Namun jika dibaca dengan bacaan yang jelas dan para jama’ah pun dapat mengambil manfaat, maka itu lebih baik.</div> <div style="text-align: justify;"> Allah pun mencela orang yang membaca Al Qur’an namun tidak memahaminya seperti disebutkan dalam ayat,</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> <span style="color: maroon; font-size: small;">وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ</span></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui maksud Al Kitab, kecuali dongengan bohong belaka.</em>” (QS. Al Baqarah: 78). Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang membaca namun tidak memahami. Padahal maksud diturunkannya Al Qur’an adalah untuk dipahami maknanya dan diamalkan, bukan hanya sekedar dibaca.” Lihat <em>Syarh Wazhoif Ramadhan</em>, hal. 136.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Bermasalahnya Shalat Tanpa Thuma’ninah</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Kadar thuma’ninah dalam ruku’ dan sujud menurut ulama Syafi’iyah adalah sudah mendapat sekali bacaan tasbih. Lihat <em>Al Fiqhu Al Manhaji</em> karya Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, hal. 134.</div> <div style="text-align: justify;"> Kalau di bawah kadar itu, berarti tidak ada thuma’ninah. Kalau tidak ada thuma’ninah berarti hilanglah rukun shalat dan membuat shalat tidak sah.</div> <div style="text-align: justify;"> Mengenai perintah thuma’ninah disebutkan dalam hadits ketika Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> memerintahkan kepada orang yang “ngebut” shalatnya untuk mengulangi shalatnya. Dalilnya sebagai berikut,</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> <span style="color: maroon; font-size: small;">عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَرَدَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَيْهِ السَّلاَمَ فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » فَصَلَّى ، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » . ثَلاَثًا . فَقَالَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى . قَالَ « إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا »</span></div> <div style="text-align: justify;"> Dari Abu Hurairah, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, “<em>Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.</em>” Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam.</em> Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “<em>Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.</em>” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, “<em>Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!</em>” Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> lantas mengajarinya dan bersabda, “<em>Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai <span style="text-decoration: underline;">thuma’ninah</span> ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai <span style="text-decoration: underline;">thuma’ninah</span> ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil <span style="text-decoration: underline;">thuma’ninah</span>. Kemudian sujud kembali sambil disertai <span style="text-decoration: underline;">thuma’ninah</span> ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” </em>(HR. Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397).</div> <div style="text-align: justify;"> Lihatlah orang tersebut disuruh mengulangi shalatnya karena shalatnya tidak memiliki thuma’ninah, artinya shalatnya sangat cepat atau “ngebut”. Jadinya orang yang shalat tarawih dengan ngebut tanpa ada thuma’ninah, berarti shalatnya tidak sah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Semua Jumlah Raka’at Shalat Tarawih itu Baik</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Namun sekali lagi mengenai jumlah raka’at shalat tarawih yang jelas tidak dibatasi. Juga boleh mengerjakannya dengan 23 raka’at asal ada thuma’ninah di dalam shalat. Lihat saja contoh yang saat ini dipraktekkan di tanah haram, yaitu di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan 23 raka’at yang lama dan thuma’ninah. Bahkan Ibnu Taimiyah menegaskan semua jumlah raka’at shalat tarawih itu baik.</div> <div style="text-align: justify;"> Ibnu Taimiyah dalam fatawanya menjelaskan, “Para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah raka’at shalat tarawih (qiyam Ramadhan). Ada hadits shahih yang menyebutkan bahwa Ubay bin Ka’ab mengimami shalat tarawih dengan 20 raka’at, ditambah witir 3 raka’at. Kebanyakan ulama menilai 23 raka’at inilah yang disunnahkan. Karena Ubay melakukan shalat tersebut di hadapan kaum Muhajirin dan Anshar, namun tidak ada yang mengingkarinya. Sebagian yang lainnya mengerjakan shalat tarawih dengan 39 raka’at karena dianggap bahwa inilah praktek penduduk Madinah di masa silam.</div> <div style="text-align: justify;"> Ada pula sebagian ulama yang menyebutkan hadits ‘Aisyah yang shahih yang menyebutkan bahwa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> tidak pernah menambah lebih dari 13 raka’at. Sehingga mereka bingung karena menganggap hadits inilah yang jadi patokan. Mereka sulit mengkompromikan dengan hadits yang shahih yang menyatakan bahwa Khulafaur Rasyidin dan para sahabat telah melakukan lebih dari 13 raka’at.</div> <div style="text-align: justify;"> Yang benar, <span style="text-decoration: underline;">semua cara shalat tarawih tersebut benar</span>. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Imam Ahmad bin Hambal bahwasanya jumlah raka’at shalat tarawih tidak dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu karena Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> sendiri tidak membatasinya. Maka boleh saja melakukan shalat tarawih dengan jumlah raka’at yang sedikit atau banyak tergantung pada lama dan pendeknya berdiri.</div> <div style="text-align: justify;"> Kalau Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> sendiri melakukan shalat malam dalam satu raka’at membaca surat Al Baqarah, An Nisaa’, dan Ali Imran. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam kitab Shahih dari hadits Hudzaifah. Maka lamanya berdiri seperti ini diganti oleh para sahabat dengan banyak raka’at. Karenanya Ubay bin Ka’ab tidak mengimami dengan lama berdiri namun dengan banyak raka’at. Banyak raka’at ini adalah kompensasi dari lamanya berdiri. Dahulu iya, shalat tarawih dilakukan dengan 11 atau 13 raka’at. Namun setelah itu orang-orang di Madinah menjadi tidak mampu melakukannya karena berdirinya yang lama, maka digantilah menjadi 39 raka’at dengan memperbanyak raka’at.” (<em>Majmu’ Al Fatawa</em> karya Ibnu Taimiyah, 23: 112-113).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <em>Hanya Allah yang memberi taufik.</em></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Referensi</strong>:</div> <div style="text-align: justify;"> <em>Syarh Samahatusy Syaikh Al ‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz ‘ala Kitab Wazhoif Ramadhan</em> (kitab ringkasan dari Lathoiful Ma’arif Ibnu Rajab dan tambahan dari ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim, terbitan Muassasah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, cetakan pertama, tahun 1432 H.</div> <div style="text-align: justify;"> <em>Majmu’atul Fatawa</em>, Syaikhul Islam Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyyah Al Harroni, terbitan Darul Wafa dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.</div> <div style="text-align: justify;"> <em>Al Fiqhu Al Manhaji</em>, Dr. Musthofa Al Bugho, Dr. Musthofa Al Khinn, dan ‘Ali Asy Syarihay, terbitan Darul Qolam, cetakan kesepuluh, tahun 1431 H.</div> <div style="text-align: justify;"> —</div> <div style="text-align: justify;"> Disusun di waktu Dhuha, 9 Ramadhan 1434 H @ <a href="http://darushsholihin.com/">Pesantren Darush Sholihin</a>, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <i>Artikel <a href="http://rumaysho.com/shalat/about-me">Rumaysho.Com</a></i></div>

Shalat Tarawih 23 Raka’at dengan Ngebut

Selalu jadi perselisihan, manakah yang lebih afdhol 11 atau 23 raka’at. Kalau kami sendiri menilai bahwa kedua cara tersebut semuanya itu...

Read more »

Keutamaan Shalat Tarawih

<div style="text-align: justify;"> Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat  setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn1">[1]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <span id="more-446"></span> </div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn2">[2]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn3">[3]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Imam Asy Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat <em>radhiyallahu ‘anhum. </em>Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa dengan shalat ‘ied.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn4">[4]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: red;"><strong>Keutamaan Shalat Tarawih</strong></span></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Pertama</strong>, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.</div> <div style="text-align: justify;"> Dari Abu Hurairah, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14pt;">مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ</span></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni</em>.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn5">[5]</a> Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn6">[6]</a></div> <div style="text-align: justify;"> Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn7">[7]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Kedua</strong>, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.</div> <div style="text-align: justify;"> Dari Abu Dzar, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,</div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> <span style="font-size: 14pt;">إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً</span></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh</em>.”<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn8">[8]</a> Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Ketiga</strong>, shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.</div> <div style="text-align: justify;"> Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.<a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftn9">[9]</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal</div> <div style="text-align: justify;"> Cuplikan dari <strong>Buku Panduan Ramadhan</strong></div> <div style="text-align: justify;"> <strong><i>Rumaysho.Com</i> </strong></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <hr style="margin-left: 0px; margin-right: 0px;" /> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref1">[1]</a> Lihat Al Jaami’ Li Ahkamish Sholah, 3/63 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref2">[2]</a> Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref3">[3]</a> Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9631.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref4">[4]</a> Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref5">[5]</a> Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref6">[6]</a> Lihat Fathul Bari, 4/251.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref7">[7]</a> Idem.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref8">[8]</a> HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih.</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://rumaysho.com/shalat/keutamaan-shalat-tarawih-446.html#_ftnref9">[9]</a> Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9633.</div>

Keutamaan Shalat Tarawih

Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat  setelah melaksanakan shalat ...

Read more »

Buku Panduan Ramadhan 1436 H (Download Gratis Versi E-Book)

<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody> <tr><td style="text-align: center;"><img alt="" height="200" src="http://cdn.rumaysho.com/wp-content/uploads/2015/05/banner_download_panduan_ramadhan.png" style="margin-left: auto; margin-right: auto;" width="138" /></td></tr> <tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Panduan Ramadhan - Muhammad Abduh Tausikal</td></tr> </tbody></table> <div style="text-align: center;"> </div> <div style="text-align: justify;"> Buku Panduan Ramadhan tahun 1436 H yang disusun oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. ini bisa membantu Anda dalam memahami berbagai hukum puasa dan amalan-amalan di dalamnya. Sehingga pantas sekali untuk dimiliki dan dibaca.</div> <div style="text-align: justify;"> Buku ini sebenarnya diterbitkan oleh Pustaka Muslim dalam bentuk buku dan dibagikan gratis oleh Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari (Muslim.Or.Id) sebanyak 15.000 eksemplar untuk tahun ini. Buku ini terdiri dari 144 halaman dengan ukuran A5 (14 x 20 cm).</div> <div style="text-align: justify;"> Isi buku tersebut: motivasi untuk berilmu sebelum beramal, seputar hukum puasa, keutamaan bulan Ramadhan, keutamaan puasa, shalat tarawih, qadha puasa, shalat Idul Fithri, panduan zakat fitrah dan maal, serta panduan mudik penuh berkah.</div> <div style="text-align: justify;"> Jumlah cetakan sebelumnya:</div> <ol style="text-align: justify;"> <li>Cetakan pertama pada tahun 2009, sejumlah 4000 eksemplar.</li> <li>Cetakan ke-2  pada tahun 2010, sejumlah 4.000 eksemplar.</li> <li>Cetakan ke-3 pada tahun 2011, sejumlah 10.000 eksemplar.</li> <li>Cetakan ke-4 tahun 2012, sejumlah 12.000 eksemplar.</li> <li>Cetakan ke-5 tahun 2013, sejumlah 13.000 eksemplar.</li> <li>Cetakan ke-6 tahun 2014, sejumlah 15.000 eksemplar.</li> </ol> <div style="text-align: justify;"> Tahun-tahun sebelumnya buku-buku tersebut telah didistribusikan ke masjid-masjid, mushola, sekolah, kampus, instansi, perusahaan, majlis taklim pengajian, dll.</div> <div style="text-align: justify;"> Karena begitu banyak yang menginginkan buku Panduan Ramadhan ini padahal stoknya hanya dibatasi 15.000 eksemplar, maka kami sengaja menyajikan buku Panduan Ramadhan tersebut dalam versi buku digital sehingga bisa mudah dibuka di iPad, tab atau di handphone para pembaca sekalian.</div> <h2 style="text-align: justify;"> Download: <a href="https://s20.solidfilesusercontent.com/Y2Q3YTU3YTQxZDE0MzlmOGYwOTAyYWQ4ZDI4OWI3Mjg2YzA2YTU1OToxWjRkZEE6eFVpUkYzcDRpanl0NmVjNmZCdDBaby1iTkZr/856ead854d/Panduan_Ramadhan_edisi_7.pdf" target="">Buku Panduan Ramadhan 1436 H</a></h2> <div style="text-align: justify;"> Atau bisa lewat link:</div> <div style="text-align: justify;"> Buku panduan Ramadhan (PDF) via MirrorCreator ;</div> <div style="text-align: justify;"> Short Link : <a href="http://q.gs/8SvZ3" target="_blank">http://q.gs/8SvZ3</a> atau <a href="http://mir.cr/DPCUWWRR" target="_blank">http://mir.cr/DPCUWWRR</a></div> <div style="text-align: justify;"> Direct Link : <a href="https://s20.solidfilesusercontent.com/Y2Q3YTU3YTQxZDE0MzlmOGYwOTAyYWQ4ZDI4OWI3Mjg2YzA2YTU1OToxWjRkZEE6eFVpUkYzcDRpanl0NmVjNmZCdDBaby1iTkZr/856ead854d/Panduan_Ramadhan_edisi_7.pdf">Buku Panduan Ramadhan 1436 H</a></div> <h4 style="text-align: justify;"> <span style="color: red;">Bagaimana Cara Donasi Sebagai Amal Jariyah untuk Buku Ini?</span></h4> <div style="text-align: justify;"> Bagi yang ingin memberikan bantuan dalam kegiatan Semarak Ramadhan 1436 H / 2015<b> </b>bisa ditransfer ke nomor rekening YPIA sebagai berikut:</div> <ol style="text-align: justify;"> <li>Bank BNI Syariah dengan no. Rekening 0241913801 a.n. Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari</li> </ol> <ol start="2" style="text-align: justify;"> <li>Bank Muamalat dengan no. Rekening 5350002594 a.n. Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari Yogyakarta</li> </ol> <ol start="3" style="text-align: justify;"> <li>Bank Syariah Mandiri dengan no. Rekening 7031571329 a.n. YPIA Yogyakarta</li> </ol> <ol start="4" style="text-align: justify;"> <li>Bank CIMB Niaga Syariah dengan no. Rekening 508.01.00028.00.0 a.n. Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari</li> </ol> <div style="text-align: justify;"> – Donatur yang telah menyalurkan bantuan dimohon memberikan sms konfirmasi ke no. <b>0857</b><b>.</b><b>4722</b><b>.</b><b>3366 </b><b>(Bidang Donasi Dakwah YPIA)</b> dengan format konfirmasi sbb:</div> <div style="text-align: justify;"> <b>Nama#Alamat#Tanggal donasi#jumlah donasi#tujuan donasi#Rekening</b><b> Tujuan Donasi</b><b>#</b></div> <div style="text-align: justify;"> Contoh:<b> </b>Abdulloh#Jl. Slamet Riyadi, no 1000, Solo#1 mei 2012#Buku Panduan#BSM#</div> <div style="text-align: justify;"> Silakan sebar info ini pada yang lainnya. Semoga yang lainnya bisa mengambil ilmu bermanfaat dari buku tersebut. Bagi yang turut berdonasi untuk buku ini, semoga meraih berkah pada rezekinya.</div> <div style="text-align: justify;"> Dari Abu Hurairah, Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: justify;"> إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ</div> <div style="text-align: justify;"> “<i>Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh</i>” (HR. Muslim no. 1631)</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Info selengkapnya di Muslim.Or.Id: <a href="http://muslim.or.id/dari-redaksi/buku-gratis-panduan-ramadhan-bekal-meraih-ramadhan-penuh-berkah-1436h-15-000-eksemplar.html" target="_blank">Buku Panduan Ramadhan Muslim.Or.Id</a></div> <div style="text-align: justify;"> Silakan share pada yang lainnya. Buku tersebut bisa diperbanyak dan dibagi secara gratis.</div>

Buku Panduan Ramadhan 1436 H (Download Gratis Versi E-Book)

Panduan Ramadhan - Muhammad Abduh Tausikal Buku Panduan Ramadhan tahun 1436 H yang disusun oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc...

Read more »

Keutamaan Malam Nisfu Syaban

<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody> <tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNn37TclERExzky278TCStCszB7qwpqBIQsU8gCfDaPqGnanzUHet2_R1z6eOKDMPXRV9I-6-XOmvUNLbnvp_aNRfPY-C_Ja0mwyy0iPbOHgQGsjeTTMT9e7P8qN-JoH74jbG4ayAL7nVn/s1600/hukum-shalat-nisfu-syaban.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNn37TclERExzky278TCStCszB7qwpqBIQsU8gCfDaPqGnanzUHet2_R1z6eOKDMPXRV9I-6-XOmvUNLbnvp_aNRfPY-C_Ja0mwyy0iPbOHgQGsjeTTMT9e7P8qN-JoH74jbG4ayAL7nVn/s640/hukum-shalat-nisfu-syaban.jpg" /></a></td></tr> <tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><u>Malam Nisfu Syaban</u></td></tr> </tbody></table> <div dir="ltr" style="text-align: center;"> </div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Allah berfirman:</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ</div> <div dir="rtl" style="text-align: justify;"> “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. () Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” (QS. Ad-Dukkhan: 3 – 4).</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Diriwayatkan dari Ikrimah – rahimahullah – bahwa yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban. Ikrimah mengatakan:</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> أن هذه الليلة هي ليلة النصف من شعبان ، يبرم فيها أمر السنة</div> <div dir="rtl" style="text-align: justify;"> Sesungguhnya malam tersebut adalah malam nisfu syaban. Di malam ini Allah menetapkan takdir setahun. (Tafsir Al-Qurtubi, 16/126).</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Sementara itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa malam yang disebutkan pada ayat di atas adalah lailatul qadar dan bukan nisfu syaban. Sebagaimana keterangan Ibnu Katsir, setelah menyebutkan ayat di atas, beliau mengatakan:</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> يقول تعالى مخبراً عن القرآن العظيم أنه أنزله في ليلة مباركة ، وهي ليلة القدر كما قال عز وجل :{ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْر} وكان ذلك في شهر رمضان، كما قال: تعالى: { شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزلَ فِيهِ الْقُرْآنُ }</div> <div dir="rtl" style="text-align: justify;"> Allah berfirman menceritakan tentang Al-Quran bahwa Dia menurunkan kitab itu pada malam yang berkah, yaitu lailatul qadar. Sebagaimana yang Allah tegaskan di ayat yang lain, (yang artinya); “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di lailatul qadar.” Dan itu terjadi di bulan ramadhan, sebagaimana yang Allah tegaskan, (yang artinya); “Bulan ramadhan, yang mana di bulan ini diturunkan Al-Quran.” (Tafsir Ibn Katsir, 7/245).</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Selanjutnya Ibnu Katsir menegaskan lebih jauh:</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> ومن قال : إنها ليلة النصف من شعبان -كما روي عن عكرمة-فقد أبعد النَّجْعَة فإن نص القرآن أنها في رمضان</div> <div dir="rtl" style="text-align: justify;"> Karena itu, siapa yang mengatakan, yang dimaksud malam pada ayat di atas adalah malam nisfu syaban – sebagaimana riwayat dari Ikrimah – maka itu pendapat yang terlalu jauh, karena nash Al-Quran dengan tegas bahwa malam itu terjadi di bulan ramadhan. (Tafsir Ibn Katsir, 7/246).</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Dengan demikian, pendapat yang kuat tentang malam yang berkah, yang disebutkan pada surat Ad-Dukhan di atas adalah lailatul qadar di bulan ramadhan dan bukan malam nisfu Syaban. Karena itu, ayat dalam surat Ad-Dukhan di atas, tidak bisa dijadikan dalil untuk menunjukkan keutamaan malam nisfu Syaban.</div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div dir="ltr" style="text-align: justify;"> Artikel Selengkapnya : http://www.konsultasisyariah.com/shalat-nishfu-syaban/</div> <div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"> </div>

Keutamaan Malam Nisfu Syaban

Malam Nisfu Syaban Allah berfirman: إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُ...

Read more »

Koreksi Diri dengan Menjawab 2 Pertanyaan Ini

 <i>“Dua kalimat yang akan ditanya pada orang yang terdahulu dan orang belakangan yaitu apa yang kalian sembah dan apa jawabanmu kepada para rasul.”</i><br /> <div style="text-align: justify;"> Disebutkan oleh Ibnu Taimiyah, Abul ‘Aliyah menyatakan,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> كَلِمَتَانِ يُسْأَلُ عَنْهُمَا الْأَوَّلُونَ والآخرون مَاذَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ وَمَاذَا أَجَبْتُمْ الْمُرْسَلِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> “Dua kalimat yang akan ditanya pada orang yang terdahulu dan orang belakangan yaitu apa yang kalian sembah dan apa jawabanmu kepada para rasul.” (Majmu’ Al Fatawa: 15: 105).</div> <div style="text-align: justify;"> Pertanyaan di atas berdasarkan dua ayat berikut,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنْتُمْ تَزْعُمُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> “Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu katakan?” (QS. Al Qashash: 62)</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> “Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: “Apakah jawabanmu kepada para rasul?” (QS. Al Qashshash: 65)</div> <div style="text-align: justify;"> Siapkah kita menjawab dua pertanyaan di atas?</div> <div style="text-align: justify;"> Apakah kita sudah beribadah dengan ikhlas? Apakah setiap ibadah kita sudah murni untuk gapai ridha Allah?</div> <div style="text-align: justify;"> Apakah kita sudah mengikuti tuntunan Rasul <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>? Ataukah ibadah kita hanya asal-asalan saja atau hanya mengikuti tradisi?</div> <div style="text-align: justify;"> Dari sini pun kita bisa gali pelajaran bahwa beragama bukanlah mengikuti banyak orang namun bagaimanakah kita sudah memenuhi tuntutan Rasul ataukah belum.</div> <div style="text-align: justify;"> Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <i>Artikel Rumaysho | Mar 14, 2015</i> </div>

Koreksi Diri dengan Menjawab 2 Pertanyaan Ini

  “Dua kalimat yang akan ditanya pada orang yang terdahulu dan orang belakangan yaitu apa yang kalian sembah dan apa jawabanmu kepada para...

Read more »

Jika Mampu Melakukan Sebagian, Jangan Tinggalkan Seluruhnya

<div style="text-align: justify;"> Jika kita tidak mampu mengerjakan sebagian, tetap jangan tinggalkan seluruhnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Ini kaedah fikih sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di sebagai berikut,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> يجب فعل المأمور به كله فإن قدر على بعضه وعجز عن باقيه فعل ما قدر عليه</div> <div style="text-align: justify;"> “Wajib melakukan yang diperintahkan seluruhnya. Jika mampu melakukan sebagiannya dan sebagiannya tidak mampu, yang mampu tersebut tetap dikerjakan.”</div> <div style="text-align: justify;"> Ulama lain membuat kaedah untuk hal ini,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> ما لا يدرك كله لا يترك كله</div> <div style="text-align: justify;"> <em>“Jika tidak didapati seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya (yang mampu dikerjakan).”</em></div> <div style="text-align: justify;"> Atau sebagaimana kata Syaikh As Sa’di dalam syair kaedah fikihnya,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> ويفعل البعض من المأمور</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> إن شق فعل سائر المأمور</div> <div style="text-align: center;"> <em>Sebagian perintah yang mampu dikerjakan tetap dikerjakan</em></div> <div style="text-align: center;"> <em>Itu dilakukan saat tidak mampu mengerjakan seluruhnya</em></div> <div style="text-align: justify;"> Dalil dari kaedah di atas, Allah Ta’ala berfirman,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ</div> “<em>Bertakwalah pada Allah semampu kalian.</em>” (QS. At Taghabun: 16).<br /> Dalam hadits shahihain disebutkan,<br /> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ</div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Jika kalian diperintah suatu perkara, maka lakukanlah semampu kalian.</em>” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337)</div> <div style="text-align: justify;"> Maka tetaplah shalat sesuai dengan rukun shalat yang mampu dikerjakan atau sebagian syarat yang mampu dikerjakan kala tidak mampu mengerjakan sebagiannya. Yang mampu dikerjakan, itulah yang dikerjakan. Yang gugur adalah yang tidak mampu dikerjakan. Contoh semisal ini banyak sekali. Lihat keterangan Syaikh As Sa’di rahimahullah dalam kaedah ke-40 dari <em>Al Qawa’id Al Ushul Al Jami’ah</em>.</div> <div style="text-align: justify;"> Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menerangkan kaedah tersebut bahwa perintah wajib, wajib untuk dilakukan sesuai kemampuan. Yang gugur adalah yang tidak mampu dikerjakan. Namun yang tidak mampu dikerjakan ini jika memiliki pengganti, maka pengganti inilah yang dikerjakan.</div> <div style="text-align: justify;"> Misalnya:</div> <ul style="text-align: justify;"> <li>Berwudhu, ketika cukup untuk sebagian anggota wudhu, maka wudhu tetap dilakukan. Sisanya beralih pada tayamum. Karena untuk sebagian anggota tubuh bisa menggunakan air, maka ketika itu tetap menggunakan air. Sedangkan untuk anggota wudhu lainnya, beralih pada tayamum.</li> <li>Mandi junub pun demikian. Jika tidak mampu membasuh seluruh badan dengan air karena jumlah air yang terbatas, maka sisanya dengan tayamum.</li> <li>Dalam shalat pun demikian, jika tidak mampu shalat berdiri, berarti shalat dalam keadaan yang dimampu.</li> </ul> <div style="text-align: justify;"> Jika suatu ibadah tidak punya badal (pengganti), maka secara total tidak dilakukan. Misalnya, ada yang membunuh orang lain karena khotho’ (keliru, tidak sengaja) sehingga punya kewajiban kafarah, yaitu membebaskan satu orang budak. Jika tidak mampu, maka beralih pada puasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu untuk yang terakhir, maka jadi gugur kewajiban kafarah. Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam <em>At Ta’liq ‘ala Al Qawa’id Al Ushul Al Jami’ah</em>, hal. 215.</div> <div style="text-align: justify;"> Pembagian guru kami –Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri-, perintah itu dibagi tiga:</div> <div style="text-align: justify;"> 1- Perintah yang jika tidak mampu dikerjakan seluruhnya, maka kerjakan sebagian yang mampu dilakukan. Misalnya, jika mampu mengeluarkan zakat yang wajib seluruhnya saat ini, maka dikeluarkan sebagiannya dahulu. Misalnya pula, jika tidak mampu shalat sambal berdiri, maka rukun lainnya tetap dilakukan, tanpa menggugurkan seluruhnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Untuk yang pertama ini masuk dalam kaedah, jika tidak bisa mengerjakan seluruhnya, jangan ditinggalkan sebagiannya.</div> <div style="text-align: justify;"> 2- Ada perintah yang jika tidak mampu dilakukan sebagiannya, maka gugur seluruhnya. Misalnya, jika seseorang tidak mampu berpuasa sehari penuh, maka gugur kewajiban puasa satu hari penuh. Walaupun ketika itu ia mampu mengerjakan sebagian hari puasa. Misalnya pula, jika seseorang punya kewajiban kafarah untuk memerdekakan seorang budak, lalu ia hanya mampu tunaikan sebagiannya, maka jadi gugur seluruhnya. Yang seperti ini para ulama sebut dalam kaedah,</div> <div dir="RTL" style="font-family: Traditional Arabic; font-size: 23px; text-align: center;"> ما لا يتبعض فاختيار بغضه كاختيار كله وسقوط بعضه كسقوط كله</div> <div style="text-align: justify;"> “Sesuatu yang tidak bisa terpisah-pisah, maka memilih sebagiannya, sama saja dengan memilih seluruhnya, juga menggugurkan sebagiannya sama saja dengan menggugurkan seluruhnya.”</div> <div style="text-align: justify;"> Kalau bagian pertama seperti yang dicontohkan dalam pembayaran zakat, itu satu kesatuan yang bisa dipisah-pisah. Namun untuk bagian kedua ini <span style="text-decoration: underline;">tidak</span> bisa dipisah satu dan lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> 3- Ada perintah yang tidak dibingungkan bisa masuk pada bagian pertama ataukah bagian kedua. Misalnya mandi dan wudhu. Untuk mandi, menurut pendapat terkuat, antara bagian satu dan lainnya boleh terpisah karena tidak ada kewajiban muwalah (berturut-turut). Sedangkan untuk wudhu, perlu ditinjau ulang.</div> <div style="text-align: justify;"> Semoga bermanfaat kaedah di atas, semoga jadi ilmu yang bermanfaat.</div> <blockquote> Untuk hal belajar bisa diterapkan: kalau tidak bisa menjadi seorang ulama, jadilah seorang penuntut ilmu yang mau terus belajar.</blockquote> <br /> <i>Artikel Rumaysho | Jan 15, 2015</i>

Jika Mampu Melakukan Sebagian, Jangan Tinggalkan Seluruhnya

Jika kita tidak mampu mengerjakan sebagian, tetap jangan tinggalkan seluruhnya. Ini kaedah fikih sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh A...

Read more »

Hukum Dan Keutamaan Belajar Akidah

<h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Pendahuluan</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Tidak diragukan lagi menuntut ilmu merupakan amalan yang sangat mulia. Bahkan merupakan kewajiban setiap Muslim<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote1sym" name="sdfootnote1anc">¹</a>. Banyak sekali ayat maupun hadits Rosulullah <i>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</i> yang menyebutkan tentang keutamaan seorang ulama dan penuntut ilmu.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote2sym" name="sdfootnote2anc">²</a> Mereka adalah sebaik baik makhluk<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote3sym" name="sdfootnote3anc">³</a>. Kesaksian mereka atas keesaan Allah disejajarkan dengan kesaksian Allah dan para malaikatnya<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote4sym" name="sdfootnote4anc">⁴</a>. Derajat mereka ditinggikan.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote5sym" name="sdfootnote5anc">⁵</a> Para <a href="http://muslim.or.id/aqidah/iman-kepada-malaikat.html">malaikat</a> serta makhluk hidup yang lainnya senantiasa mendoakan mereka.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote6sym" name="sdfootnote6anc">⁶</a> Bahkan Allah menjadikan ukuran kebaikan seseorang dengan ilmu yang dia miliki<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote7sym" name="sdfootnote7anc">⁷</a>. Cukuplah kemudahan meraih syurga<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote8sym" name="sdfootnote8anc">⁸</a> yang dijanjikan bagi mereka, menjadi motivasi kita untuk mengikuti jejak mereka.</div> <div align="JUSTIFY"> Para ulama menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud dalam nash-nash yang ada adalah ilmu syar’i<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote9sym" name="sdfootnote9anc">⁹</a>. Ilmu yang berlandaskan dari Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman <i>Salafusshalih</i>. Dan diantara semua ilmu syar’i yang ada, ilmu akidah (atau disebut juga dengan ilmu tauhid) menempati posisi yang pertama. Hal ini dikarenakan objek pembahasannya yang berkaitan dengan Zat Allah dan peribadahan kepadanya. Sementara tidak ada yang lebih dibutuhkan oleh jiwa manusia melebihi pengenalannya terhadap Zat Allah <i>ta’ala</i> ( (m<i>a’rifatullah</i>). Dan –sebagaimana kata para ulama-,<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote10sym" name="sdfootnote10anc">¹⁰</a> “keutamaan suatu ilmu bergantung dengan keutamaan objek yang dikaji dalam ilmu tersebut.”</div> <h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Hukum Belajar Ilmu Akidah</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Mempelajari Ilmu akidah secara umum hukumnya wajib bagi seorang Muslim. Namun para ulama membaginya menjadi dua bagian. Yang bersifat fardhu ‘ain, yaitu ilmu akidah secara global (<i>Ijmaali</i>). Dan yang bersifat fardhu kifayah, berupa rincian rincian ilmu akidah (<i>Tafshiili)</i>.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote11sym" name="sdfootnote11anc">¹¹</a> Akidah ahlu sunnah secara global seperti keyakinan adanya Allah, malaikat, para nabi, dan kitab kitab yang diturunkan, serta akan datangnya hari kiamat dan sebagainya. Dalam hal ini wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari dan mengetahui serta meyakininya, dan berdosa jika ditinggalkan. Adapun rincian hal hal tersebut, seperti mengenal nama nama malaikat dan tugas tugasnya atau rincian kejadian di hari kiamat dan sebagainya, maka hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah. Jika sebagian kaum Muslimin sudah mempelajarinya dengan benar, maka menjadi gugur kewajiban kaum muslimin yang lain untuk mempelajarinya.</div> <div align="JUSTIFY"> Namun ada dua kondisi dimana mempelajari rincian akidah menjadi fardhu ain. <b>Yang pertama</b> ketika seseorang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mempelajarinya. Dalam kondisi seperti ini, tidak diperbolehkan baginya meninggalkan kesempatan mempelajari rincian akidah yang benar. Seperti seseorang yang berkesempatan menempuh pendidikan di timur tengah, dan disana diajarkan kajian akidah secara rutin, maka ketika itu diwajibkan baginya mengikuti dan mempelajari akidah tersebut. Namun bagi masyarakat awam misalnya, yang tidak memiliki kesempatan atau kemampuan mempelajari akidah, maka cukup baginya mengetahui akidah ahlu sunnah secara global.</div> <div align="JUSTIFY"> Adapun keadaan <b>yang kedua</b>, mempelajari rincian akidah menjadi wajib ketika hal itu menjadi kebutuhan mendesak. Sebagai contoh, di suatu tempat yang disana tersebar aliran sesat, sehingga banyak orang yang rusak akidahnya, maka setiap orang wajib membentengi dirinya dengan ilmu akidah yang berkaitan dengan penyimpangan yang terjadi. Yang dengan itu dia bisa menangkal dan selamat dari paham sesat tersebut. Seseorang yang tinggal di tempat yang disana tersebar aliran syiah, wajib baginya untuk mempelajari syubhat syubhat syiah dan bantahannya. Seseorang yang tinggal di tempat yang disana banyak penyembah kuburan, wajib bagi nya untuk mempelajari tentang syirkul qubur (<a href="http://muslim.or.id/aqidah/awas-syirik-1.html">syirik</a> yang berkaitan dengan kuburan) dan seterusnya.</div> <div align="JUSTIFY"> Dan berikut beberapa point yang menunjukan pentingnya mempelajari ilmu akidah ;</div> <h4 align="JUSTIFY"> <b><span style="color: red;">Kewajiban pertama dan terakhir setiap muslim</span></b></h4> <div align="JUSTIFY"> Para ulama sepakat bahwa kewajiban pertama seorang <i>mukallaf</i> adalah membaca dua kalimat syahadat yang merupakan kalimat tauhid<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote12sym" name="sdfootnote12anc">¹²</a>. Dan mereka juga sepakat, bahwa seseorang yang sudah melakukannya sebelum baligh tidaklah diperintahkan untuk memperbaharui dengan mengulanginya kembali ketika sudah baligh<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote13sym" name="sdfootnote13anc">¹³</a>.</div> <div align="JUSTIFY"> Begitu juga seorang yang kafir, ketika hendak masuk islam kewajiban yang pertama kali dibebankan kepadanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagaimana ditunjukan oleh hadits riwayat Ibnu Abbas <i>Radhiyallahu ‘Anhu</i>. Ketika Rosulullah <i>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</i> mengutus Mu’adz bin Jabal <i>Rodhiyallahu ‘Anhu</i> ke Yaman beliau bersabda, “<i>Wahai Mu’adz sesungguhnya engkau akan menemui kaum ahli kitab. Maka hendaklah hal yang pertama kali engkau dakwahkan adalah supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah…</i>” <a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote14sym" name="sdfootnote14anc">¹⁴</a>.</div> <div align="JUSTIFY"> Selain kewajiban yang pertama tauhid juga kewajiban akhir seorang muslim. Seseorang yang meninggal dalam keadaan bertauhid akan masuk syurga. Namun sebaliknya jika seseorang meninggal dalam keadaan syirik yang membatalkan tauhidnya, maka dia akan masuk neraka. Rasulullah <i>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</i> bersabda, “<i>Siapa yang akhir perkataannya laa ilaaha illallah dia akan masuk syurga</i>”<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote15sym" name="sdfootnote15anc">¹⁵</a>. Beliau juga bersabda, “<i>talkinlah seorang yang hendak meninggal dari kalian untuk mengucapkan laa ilaaha illallahu..” </i><a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote16sym" name="sdfootnote16anc">¹⁶</a> . Maka tauhid merupakan kewajiban yang pertama dan yang terakhir setiap Muslim.</div> <h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Ilmu tauhid dibutuhkan di alam kubur</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Bukan hanya di dunia, Ilmu tauhid juga dibutuhkan hingga di alam kubur untuk menjawab fitnah kubur berupa 3 pertanyaan malaikat<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote17sym" name="sdfootnote17anc">¹⁷</a>. Sebagaimana diketahui bahwa seorang yang sudah meninggal akan mendapatkan fitnah kubur berupa pertanyaan malaikat. Tentang siapa Tuhan, Nabi, dan Agama mereka. Tiga pertanyaan ini hanya akan dijawab oleh mereka yang memiliki akidah yang benar tentang tiga hal tersebut.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote18sym" name="sdfootnote18anc">¹⁸</a></div> <h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Akidah dengan amalan ibarat sebuah pondasi dari sebuah bangunan</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Tanpa akidah yang benar suatu amalan tidak akan berguna. Allah ta’ala berfirman, “<i>Dan kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” </i>(Qs. Al Furqon : 23). Dan inilah salah satu alasan kenapa Rosulullah <i>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</i> di permulaan dakwahnya, tiga belas tahun di Makkah, hanya <i> </i>berdakwah kepada tauhid. Sampai ketika tauhid ini sudah menancap dalam jiwa <a href="http://muslim.or.id/manhaj/meneladani-sahabat-nabi-jalan-kebenaran.html">para sahabat</a>, barulah turun syariat syariat yang merupakan bangunan agama Islam.</div> <h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Inti dakwah para nabi</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Diutusnya para Rosul merupakan salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada manusia. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia terhadap dakwah yang dibawa oleh para Rosul sangat mendesak. Bahwa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat terdapat pada ajaran yang dibawa oleh para Rosul. Allah ta’ala berfirman, <i>“</i><i>Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” </i>(Qs. Al Imron : 164)<i> </i></div> <div align="JUSTIFY"> Dan kalau kita membaca nash nash yang ada, kita akan mengetahui bahwa inti ajaran para Rosul yang di utus adalah tauhid.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote19sym" name="sdfootnote19anc">¹⁹</a>Tidaklah seorang Rosul di utus, kecuali menyeru kaumnya kepada tauhid. Allah <i>ta’ala</i> berfirman, “<i>Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut</i> <i>itu</i>” (Qs. An Nahl : 34). Rosulullah <i>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</i> bersabda, “<i>sesungguhnya aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah</i>”<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote20sym" name="sdfootnote20anc">²⁰</a>Hal ini menunjukan pentingnya tauhid.</div> <h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Bahaya tidak memahami tauhid</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Sesorang yang tidak memiliki ilmu tauhid yang benar mungkin sekali terjatuh kedalam kesyirikan yang merupakan dosa yang paling besar. Bahkan bisa mengeluarkan pelakunya ke dalam islam. Dia akan meremehkan perbuatan dosa, bahkan syirik sekalipun. Dia akan menyangka selama sudah mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia akan aman. Padahal lihatlah nabi Ibrohim <i>’alaihi Salam</i>. Imamnya Ahlu Tauhid, bapak para nabi, penghancur berhala berhala di zamannya. Meskipun begitu beliau sangat takut terhadap kesyirikan<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote21sym" name="sdfootnote21anc">²¹</a>, hingga selalu berdoa kepada Allah meminta dijauhkan dari perbuatan kaumnya yaitu menyembah patung. Allah <i>ta’ala</i> berfirman –menyebutkan doa nabi Ibrohim ‘<i>alaihi salam</i>, <i>“dan jauhkanlah aku dan anak anaku dari menyembah patung” </i>(Qs. Ibrohim: 35). Ini tentu berdasarkan pemahamannya terhadap makna tauhid yang benar. Hal ini tidak akan timbul dari orang yang bodoh terhadap ilmu tauhid.</div> <h4 align="JUSTIFY"> <span style="color: red;"><b>Perhatian para ulama salaf terhadap Ilmu Akidah</b></span></h4> <div align="JUSTIFY"> Kalau kita membaca sejarah para pendahulu kita dari kalangan salaf, kita akan mendapatkan besarnya perhatian mereka terhadap masalah akidah. Tidak ada yang lebih diperhatikan oleh para ulama salaf melebihi perhatian mereka terhadap ilmu akidah. Hal ini terlihat dari banyaknya kitab yang ditulis dalam ilmu akidah.<a class="sdfootnoteanc" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote22sym" name="sdfootnote22anc">²²</a>Hal ini tentu saja berdasarkan pemahaman mereka akan pentingnya ilmu akidah, serta bahaya yang akan timbul dari kebodohan umat dalam masalah akidah. <i>Wallahu ‘Alam</i></div> <div align="JUSTIFY"> <i>Bersambung insya Allah…</i></div> <div align="JUSTIFY"> ***</div> <h5 align="JUSTIFY"> Catatan kaki</h5> <div id="sdfootnote1"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote1anc" name="sdfootnote1sym">1</a> Hadits Anas bin Malik lihat hadits no 5266 dalam Al Jaami’ As Shoghir Imam Suyuthi, dan dihasankan oleh beliau.</div> </div> <div id="sdfootnote2"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote2anc" name="sdfootnote2sym">2</a> Tentang keutamaan ilmu lihat di kitab Jaami’ bayaanul Ilmi Wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Barr (Dar Ibnul Jauzi, Dammam)</div> </div> <div id="sdfootnote3"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote3anc" name="sdfootnote3sym">3</a> Qs. Al Bayyinah : 7</div> </div> <div id="sdfootnote4"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote4anc" name="sdfootnote4sym">4</a> Qs. Al Imron : 18</div> </div> <div id="sdfootnote5"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote5anc" name="sdfootnote5sym">5</a> Qs. Al Mujadalah : 11</div> </div> <div id="sdfootnote6"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote6anc" name="sdfootnote6sym">6</a> Lihat hadits no 1838 di sohih Al Jaami.</div> </div> <div id="sdfootnote7"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote7anc" name="sdfootnote7sym">7</a> Lihat hadits riwayat Bukhori No. 7312 dan Muslim No. 1037</div> </div> <div id="sdfootnote8"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote8anc" name="sdfootnote8sym">8</a> Lihat Hadits no 88 di sohih Ibnu Hibban</div> </div> <div id="sdfootnote9"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote9anc" name="sdfootnote9sym">9</a> Ibnul Qoyyim <i>Rahimahullah</i> dalam <b>Qoshidah Annuniyah</b> nya berkata,</div> <div align="JUSTIFY" dir="RTL"> <span style="font-family: Tahoma;">العلم قال الله وقال رسوله قال الصحابة هم أولوا العرفانى</span></div> <div align="JUSTIFY"> “Ilmu adalah firman Allah dan firman Rosul Nya perkataan para sahabat merekalah pemilik pengetahuan”</div> </div> <div id="sdfootnote10"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote10anc" name="sdfootnote10sym">10</a> Ibn Abil Izz, <b>Syarhul Akidah At Tohawiyah, </b>hal. 2</div> </div> <div id="sdfootnote11"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote11anc" name="sdfootnote11sym">11</a> Ibid hal. 3. Namun dalam ta’liq (catatan) nya terhadap Syarh Akidah Tohawiyah, Dr. Ibrohim Ar Ruhaili Rahimahullah berpandangan bahwa tidak tepat pembagian mempelajari akidah menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah. Tapi lebih tepat dikatakan pembagiannya menjadi wajib dan mustahab. Sebagai contoh mengenal Allah <i>ta’ala</i> dengan mempelajari asmaul husna secara rinci tidak tepat jika dikatakan sebagai fardhu kifayah, bahkan fardhu ain bagi setiap orang untuk mengenal Allah. <i>Wallahu ‘Alam</i></div> </div> <div id="sdfootnote12"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote12anc" name="sdfootnote12sym">12</a> Hal ini berbeda dengan keyakinan Asyairoh. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa kewajiban seorang mukallaf adalah keraguan (As Syak). Sebagian lain menyatakan pengamatan (An Nadzor) dan seterusnya sampai ada 6 lebih pendapat. (lihat Dr Safar Hawali, <b>Manhajul Asyaa’iroh Fil Akidah</b> (Dar Sofwah, cet 1 1434 H) hal. 16 dan <b>Syarhul Akidah Tohawiyah</b>. Hal.6</div> </div> <div id="sdfootnote13"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote13anc" name="sdfootnote13sym">13</a> Ibn Abil Izz. Hal. 6</div> <div id="sdfootnote14"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote14anc" name="sdfootnote14sym">14</a> HR Bukhori no. 4347</div> </div> <div id="sdfootnote15"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote15anc" name="sdfootnote15sym">15</a> Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban (719), dan disohihkan oleh syaikh Al Bani dalam Irwaaul Gholil (3/50)</div> </div> <div id="sdfootnote16"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote16anc" name="sdfootnote16sym">16</a> HR Muslim No. 916</div> </div> <div id="sdfootnote17"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote17anc" name="sdfootnote17sym">17</a> Fitnah kubur disepakati keberadaannya oleh para ulama baik salaf maupun khalaf. Dalam hal ini kelompok yang menyelisihi dengan mengingkari adanya fitnah kubur adalah Bisyr Al Mariisi dan para pengikutnya dari kalangan Mu’tazilah. Lihat <b>Ma’aarijul Qobul</b>, Hafidz Al Hakimi (Dar Ibnul Jauzi, Dammam, Cet. 8; 1432 H) Juz 2 Hal. 872-880</div> </div> <div id="sdfootnote18"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote18anc" name="sdfootnote18sym">18</a>Penjelasan tentang tiga jawaban atas pertanyaan malaikat dijadikan dasar dalam risalah Ushulus Tsalasah, Muhammad bin Abdul Wahhab <i>Rahimahullah</i></div> </div> <div id="sdfootnote19"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote19anc" name="sdfootnote19sym">19</a> Lihat Ibn Abil Izz, <b>Syarhul Akidah At Tohawiyah</b>, Hal. 137</div> </div> <div id="sdfootnote20"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote20anc" name="sdfootnote20sym">20</a> Bukhori No. 22 dan Muslim No. 25</div> <div id="sdfootnote21"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote21anc" name="sdfootnote21sym">21</a> Lihat pembahasan tentang hal ini di kitabut Tauhid, Muhammad bin Abdul Wahhab, bab 3. Dan syarahnya Syaikh Sholih Alu syaikh, At Tamhid (Maktabah Darul Minhaj, Riyadh) hal. 50-65</div> <div id="sdfootnote22"> <div align="JUSTIFY"> <a class="sdfootnotesym" href="http://muslim.or.id/aqidah/hukum-dan-keutamaan-belajar-akidah.html#sdfootnote22anc" name="sdfootnote22sym">22</a> Lihat perkembangan penulisan kitab kitab akidah dalam kitab <b>Tadwin Ilmul Akidah Inda Ahlis Sunnah Wal Jama’ah</b>, Dr. Yusuf bin Ali At Thoraifi (Dar Ibnu Khuzaimah, cet I: 1430 H, Riyadh), terutama di Muqoddimah (Hal. 11-43)</div> <div align="JUSTIFY"> —</div> <div align="JUSTIFY"> Penulis: Abdullah Hazim<br /> </div> <div align="JUSTIFY"> Sumber : Artikel Muslim.Or.Id</div> </div>

Hukum Dan Keutamaan Belajar Akidah

Pendahuluan Tidak diragukan lagi menuntut ilmu merupakan amalan yang sangat mulia. Bahkan merupakan kewajiban setiap Muslim 1 . Banyak se...

Read more »

HUKUM MERAYAKAN “Valentine’s Day”

<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"> <span style="color: black; margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Aku+Kau=KUA valentine ver copy" class="attachment-blog-post wp-post-image" height="288" src="http://www.darussalaf.or.id/wp-content/uploads/2012/09/Aku+KauKUA-valentine-ver-copy-704x318.jpg" width="640" />Hari ‘kasih sayang’ yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir yang disebut “Valentine’s Day” amat populer dan merebak di berbagai pelosok Indonesia. Terlebih lagi di saat menjelang bulan Februari di mana banyak kita temui simbol-simbol atau iklan-iklan tidak syar’i demi mewujudkan dan mengekspos (mempromosikan) hari Valentine. Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik, hotel-hotel, organisasi-organisasi dan kelompok-kelompok kecil, mereka berlomba-lomba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Dengan dukungan (pengaruh) media massa seperti surat kabar, radio, televisi, dan yang lainnya. Sebagian besar kaum muslimin juga turut dicekoki (dihidangkan) dengan berbagai slogan dan iklan-iklan Valentine’s Day.</span></div> <div style="text-align: justify;"> </div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Berbicara tentang sejarah Valentine, ada berbagai versi menceritakan tentang asal mula ajaran ini. Namun semua berita tersebut tanpa disertai sanad yang jelas untuk dapat mengecek keabsahan riwayatnya. Sekedar untuk diketahui, bahwa di antara mereka ada yang menyebutkan bahwa dahulu, seorang pemimpin agama Katolik bernama Valentine bersama rekannya Santo Marius secara diam-diam menentang pemerintahan Kaisar Claudius II kala itu. Pasalnya, kaisar tersebut menganggap bahwa seorang pemuda yang belum berkeluarga akan lebih baik performanya ketika berperang. Ia melarang para pemuda untuk menikah demi menciptakan prajurit perang yang potensial.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Nah, Valentine tidak setuju dengan peraturan tersebut. Ia secara diam-diam tetap menikahkan setiap pasangan muda yang berniat untuk mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Hal ini dilakukannya secara rahasia.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Lambat laun, aksi yang dilakukan oleh Valentine pun tercium oleh Claudius II. Valentine harus menanggung perbuatannya. Ia dijatuhi hukuman mati. Ada sebuah sumber yang menceritakan bahwa ia mati karena menolong orang-orang Kristen melarikan diri dari penjara akibat penganiayaan.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Dalam cerita tersebut, Valentine didapati jatuh hati kepada anak gadis seorang sipir, penjaga penjara. Gadis yang dikasihinya senantiasa setia untuk menjenguk Valentine di penjara kala itu. Tragisnya, sebelum ajal tiba bagi Valentine, ia meninggalkan pesan dalam sebuah surat untuknya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Menurut cerita tersebut, Ada tiga buah kata yang tertulis sebagai tanda tangannya di akhir surat dan menjadi populer hingga saat ini–‘From Your Valentine’. Ekspresi dari perwujudan cinta Valentine terhadap gadis yag dicintainya itu masih terus digunakan oleh orang-orang masa kini. Akhirnya, sekitar 200 tahun sesudah itu, Paus Gelasius meresmikan tanggal 14 Febuari tahun 496 sesudah Masehi sebagai hari untuk memperingati Santo Valentine.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Versi lain tentang Valentine dimulai pada zaman Roma kuno tanggal 14 Febuari. Ini merupakan hari raya untuk memperingati Dewi Juno. Ia merupakan ratu dari segala dewa dan dewi kepercayaan bangsa Roma. Orang Romawi pun mengakui kalau dewi ini merupakan dewi bagi kaum perempuan dan perkawinan. <em><strong>(dari berbagai sumber)</strong></em></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Namun yang jelas, bahwa ini bukan berasal dari Islam, namun lebih mendekati sebuah tradisi yang bernuansa Kristiani dari Roma Kuno. Jika demikian keadaannya, maka ini sudah cukup bagi Kaum Muslimin menyadari bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan Islam sama sekali, dan menyerupai kebiasaan orang-orang kafir.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Berikut ini, kami akan nukilkan beberapa fatwa para ulama yang menjelaskan tentang perayaan tersebut.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black; font-size: small;"><strong>Fatwa Lajnah Da’imah (Lembaga Fatwa Arab Saudi)</strong></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Fatwa Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi</span><br /> <span style="color: black;"> Fatwa nomor (21203), tanggal: 23-11-1320H</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam atas hamba yang tidak ada nabi setelahnya. <em>Amma ba’du</em>:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa telah menelaah apa yang telah disampaikan kepada yang terhormat Mufti Umum, dari yang meminta fatwa: Abdullah bin Aalu Rabi’ah, dan disampaikan kepada Lembaga Seksi Amanah Umum – Lembaga Kibaarul Ulama (ulama besar), nomor: 5324, tanggal: 3-11-1420H.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Yang memohon fatwa menyampaikan pertanyaan yang teksnya sebagai berikut:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">“Sebagian manusia ada yang merayakan hari ke 14 dari bulan Februari setiap tahun dengan hari kasih sayang “valentine’s day” (hari valentine). Dimana mereka saling memberi hadiah berupa mawar merah dan memakai pakaian berwarna merah, dan mereka saling memberi selamat, dan sebagian warung/restoran pembuat kue membuat kue dengan warna merah, lalu diberi gambar hati di atasnya. Sebagian toko ada yang memberi beberapa pemberitahuan di sebagian barang dagangannya yang berkenaan dengan kekhususan hari tersebut. Maka apa pendapatmu tentang:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">- hukum merayakan hari tersebut?</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">- Membeli dari toko-toko tersebut pada hari itu?</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">- Sebagian toko (yang tidak merayakan hari itu) menjual kepada yang merayakannya sebagian apa yang dihadiahkan di hari tersebut?</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Semoga Allah membalas kebaikanmu.”</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Setelah lembaga mempelajari pertanyaan tersebut, maka lembaga ini menjawab bahwa telah ditunjukkan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dari Al-kitab dan As-sunnah, dan telah sepakat umat ini atasnya, bahwa hari raya di dalam Islam hanyalah dua: yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun selain keduanya dari berbagai perayaan apakah yang berhubungan dengan seseorang, sekelompok orang, atau satu kejadian, atau dengan makna apa saja, maka itu merupakan perayaan-perayaan yang bid’ah, tidak boleh bagi Kaum Muslimin melakukannya, menyetujuinya, dan menampakkan kegembiraan dengannya, atau membantunya dengan sesuatu. Sebab hal tersebut termasuk ke dalam sikap melanggar batasan-batasan Allah, dan barangsiapa yang melanggar batasan-batasan Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em>, maka sungguh dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Apabila perayaan yang diada-adakan tersebut berasal dari perayaan orang-orang kafir, maka ini berarti dosa di atas dosa, sebab menyerupai mereka, dan itu merupakan bentuk loyalitasnya kepada mereka. Dan sungguh Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> telah melarang Kaum Mukminin menyerupai mereka dan bersikap loyal kepada mereka dalam kitab-Nya yang agung. Dan telah <em>shahih</em> dari Nabi <em>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</em> bahwa beliau bersabda:</span></div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"><strong>من تشبه بقوم فهو منهم</strong></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"> <em>“Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka dia termasuk mereka.”</em> (HR.Abu Dawud dari Abdullah bin Umar)</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Hari kasih sayang termasuk diantara jenis perayaan yang disebutkan, sebab ia termasuk di antara perayaan berhala Nashrani. Maka tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> dan hari akhir melakukannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan selamat, namun yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya, sebagai wujud menjawab panggilan Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> dan Rasul-Nya <em>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</em>, dan menjauhkan diri dari berbagai sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> dan siksaan-Nya. Sebagaimana pula diharamkan atas seorang muslim membantu perayaan tersebut, atau yang lainnya dari berbagai perayaan yang diharamkan, dengan jenis apapun, baik berupa makanan, minuman, menjual, membeli, membuat, hadiah, saling berkirim surat, atau pemberitahuan, atau yang lainnya. Sebab itu semua termasuk ke dalam sikap saling tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, dan kemaksiatan kepada Allah dan rasul-Nya. Dan Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> berfirman:</span></div> <div dir="RTL" style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"> <strong>وَتَعَاوَنُواْ</strong> <strong>عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ</strong> <strong>وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ</strong></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"><em>“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”</em> (QS. <strong>Al-Maidah</strong>: 2)</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Wajib atas seorang muslim berpegang teguh dengan Kitabullah dan As-Sunnah dalam setiap keadaannya, terlebih lagi pada waktu-waktu terjadinya fitnah dan banyak terjadi kerusakan. Dan hendaklah seseorang mengerti dan berhati-hati dari terjatuh ke dalam berbagai kesesatan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat yang fasiq yang yang tidak percaya akan kebesaran Allah, dan mememiliki peduli terhadap Islam. Wajib atas setiap muslim untuk berlindung kepada Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> dengan memohon hidayah kepada-Nya, dan kokoh di atas agamanya, karena tidak ada yang dapat memberi hidayah kecuali Allah, dan tidak ada yang dapat memberi kekokohan kecuali Dia <em>Subhanahu Wa Ta’</em>ala. Dan hanya kepada Allah kita meminta taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita <em>Shallallahu ‘Alaihi Wasallam</em>, keluarganya, dan para shahabatnya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Lembaga Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa</span><br /> <span style="color: black;"> Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alus Syaikh</span><br /> <span style="color: black;"> Anggota:</span><br /> <span style="color: black;"> – Shalih bin Fauzan Al-Fauzan</span><br /> <span style="color: black;"> – Abdullah bin Abdurrahman Al-Ghudayyan</span><br /> <span style="color: black;"> – Bakr bin Abdullah Abu Zaid</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black; font-size: small;"><strong>Fatwa Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin</strong></span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Syaikh Ibnu Utsaimin <em>rahimahullah</em> ditanya:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">“Telah menyebar pada masa-masa akhir ini perayaan ” kasih saying ” (valentine’s day), lebih terkhusus para pelajar wanita, dan ini termasuk di antara hari raya kaum Nashara, dan semuanya diberi model dengan warna merah, baik pakaian, sepatu, dan mereka saling bertukar bunga-bunga berwarna merah. Kami harap dari engkau -yang kami muliakan- penjelasan tentang hukum merayakan hari raya ini, dan apa nasehat engkau kepada Kaum Muslimin dalam perkara-perkara seperti ini? Semoga Allah menjaga dan memeliharamu.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Beliau menjawab: <em><strong>Merayakan hari kasih sayang (valentine’s day) tidak boleh</strong></em>, ditinjau dari beberapa sisi:</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"><strong>Pertama</strong>: bahwa itu merupakan perayaan bid’ah, tidak ada asalnya dalam syari’at.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"><strong>Kedua</strong>: bahwa hal tersebut mengantarkan kepada cinta buta dan kerinduan (kepada lawan jenis bukan mahram).</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;"><strong>Ketiga</strong>: hal tersebut mengantarkan kepada tersibukkannya hati dalam urusan-urusan rendah seperti ini, yang menyelisihi bimbingan salafus shalih.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Maka tidak dihalalkan pada hari ini muncul sesuatu yang itu merupakan bentuk syi’ar terhadap perayaan tersebut, apakah dalam hal makanan, minuman, pakaian, atau saling memberi hadiah, atau yang lainnya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">Wajib bagi seorang muslim merasa mulia dengan agamanya dan jangan dia menjadi seorang yang tidak punya pegangan, mengikuti setiap ada orang yang berteriak (mengajak kepada sesuatu). Aku memohon kepada Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> agar memberi perlindungan kepada Kaum Muslimin dari segala fitnah yang zhahir maupun yang batin dan semoga Dia senantiasa menolong kita dengan pertolongan dan taufiqNya.</span></div> <div style="text-align: justify;"> <span style="color: black;">(dari <strong>Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin</strong> <em>rahimahullah</em>: 16/199)</span></div> <div style="text-align: justify;"> <div> <span style="color: black;">Semoga Allah <em>Subhanahu Wa Ta’ala</em> senantiasa memberi hidayah kepada kaum muslimin dan dipelihara dari tipuan setan yang berusaha memalingkan manusia dari jalan-Nya. Aamiin.</span></div> <div> <br /></div> <div> <i>Source : Darussalaf</i></div> <span style="color: black;"></span></div>

HUKUM MERAYAKAN “Valentine’s Day”

Hari ‘kasih sayang’ yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir yang disebut “Valentine’s Day” amat populer dan mereb...

Read more »

Kecintaan Para Sahabat kepada Rasulullah

<div style="text-align: justify;"> <img align="right" src="http://cdn.muslim.or.id/wp-content/uploads/2011/02/maulid-nabi-300x187.jpg" style="margin-bottom: 10px; margin-left: 15px; margin-top: -25px;" width="225" />Ketika para pemanah mulai tergiur untuk mengambil ghanimah yang ditinggalkan orang-orang musyrik, pasukan kafir di bawah komando Khalid bin Walid berputar dan menguasai posisi yang sebelumnya diduduki para pemanah muslimin. Kaum muslimin terkepung dari dua arah, arah depan dan belakang, hingga terbunuh puluhan kaum muslimin.</div> <div style="text-align: justify;"> Allah abadikan peristiwa menegangkan itu melalui firman-Nya,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الْأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa’at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. <strong>Di antara kalian ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat</strong>. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema’afkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman</em>” (QS. Ali Imran: 152).</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Kesedihan menyelimuti kaum muslimin atas musibah ini. Allah menguji mereka dengan wafatnya puluhan saudara mereka.<br /> Namun ada musibah yang lebih besar dari itu semua. Di tengah mereka kerepotan menghadapi musuh dari depan dan belakang, tiba-tiba Ibnu Qamiah, salah satu pasukan musyrik berteriak, “<em>Aku telah membunuh Muhammad…</em>”, “<em>Aku telah membunuh Muhammad…</em>”.</div> <div style="text-align: justify;"> Seketika hiruk pikuk perang yang sedang berkecamuk langsung berhenti. Kesedihan makin mendalam dialami para sahabat. Membuat mereka lupa akan kesedihan yang pertama. Sementara orang musyrik begitu bangga karena sasaran utama mereka telah terbunuh.<br /> Abu Sufyan yang kala itu memimpin pasukan musyrikin Quraisy, naik ke atas bukit dan meneriakkan,</div> <div style="text-align: justify;"> <em>“Apakah Muhammad masih hidup?”</em><br /> <em> “Apakah Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakr) masih hidup?”</em><br /> <em> “Apakah Umar bin Khatab masih hidup?”</em></div> <div style="text-align: justify;"> Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta para sahabat untuk diam. Akan tetapi, Umar tidak bisa menahan emosinya dan meneriakkan,</div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> يا عدو الله، إن الذين ذكرتهم أحياء، وقد أبقي الله ما يسوءك</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Wahai musuh Allah, orang-orang yang kau sebutkan semua masih hidup. Allah akan tetap membuatmu sedih</em>”.</div> <div style="text-align: justify;"> Kemudian Abu Sufyan memanggil Umar untuk menemuinya, Nabi-pun menyuruhnya untuk menghadap.</div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Jawab dengan jujur wahai Umar, apakah kami telah berhasil membunuh Muhammad?</em>” tanya Abu Sufyan.<br /> “<em>Demi Allah, tidak. Beliau juga mendengarkan ucapanmu saat ini</em>”.</div> <div style="text-align: justify;"> Abu Sufyan berkomentar,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> أنت أصدق عندي من ابن قَمِئَة</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Bagiku Kamu lebih jujur dari pada Ibnu Qamiah</em>”</div> <div style="text-align: justify;"> Seketika, wajah kegembiraan menghiasi para sahabat. Melupakan semua musibah yang mereka alami dengan ‘kekalahan’ mereka di perang Uhud. Bagi para sahabat, wafatnya 70 orang muslim jauh lebih ringan dari pada wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika berita wafatnya beliau hanya isu dusta, mereka merasa sangat bahagia.</div> <div style="text-align: justify;"> Di lanjutan ayat di atas, Allah berfirman,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> إِذْ تُصْعِدُونَ وَلَا تَلْوُونَ عَلَى أَحَدٍ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ فَأَثَابَكُمْ غَمًّا بِغَمٍّ لِكَيْلَا تَحْزَنُوا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَا أَصَابَكُمْ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah <strong>menimpakan atas kami kesedihan atas kesedihan</strong>, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari pada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan</em>” (QS. Ali Imran: 153).</div> <div style="text-align: justify;"> Kabar wafatnya Rasulullah ternyata tercium sampai Madinah. Sepulang perang Uhud, para wanita penduduk Madinah menanti kepastian kabar tentang beliau. Berikut sepenggal kejadian luar biasa yang menunjukkan kecintaan mereka kepada Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br /> Pertama, Ketika sebagian pasukan Uhud telah memasuki Madinah, mereka dihadang seorang wanita dari Bani Dinar.</div> <div style="text-align: justify;"> Dia terus bertanya, “<em>Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?</em>”<br /> “<em>Suami anda meninggal</em>”, sahut pasukan Uhud.<br /> “<em>Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?</em>” tanya wanita ini.<br /> “<em>Ayah anda meninggal</em>”, pasukan Uhud memberitakan.<br /> “<em>Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?</em>” tanya wanita ini.<br /> “<em>Saudara anda meninggal</em>”, pasukan Uhud memberitakan.<br /> Tapi dia tetap bertanya, “<em>Bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?</em>”<br /> “<em>Beliau baik-baik saja, wahai Ummu Fulan. Walhamdulillah…, seperti yang anda harapkan</em>”, jawab para pasukan.</div> <div style="text-align: justify;"> Dengan ikhlas, wanita ini mengatakan,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> كل مصيبة بعدك جَلَلٌ ـ تريد صغيرة</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Semua musibah selama anda selamat, itu ringan</em>” (<em>ar-Rakhiq al-Makhtum</em>, 256)</div> <div style="text-align: justify;"> Kedua, Ummu Sa’d bin Muadz menyusul beliau sambil berlari. Ketika itu, tali kekang tunggangan Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> sedang dipegang Sa’ad bin Muadz. “<em>Ya Rasulullah, itu ibuku</em>”, kata Sa’ad. Beliaupun berhenti untuk menemuinya. Setelah dekat, beliau menyampaikan bela sungkawa atas wafatnya putranya, Amr bin Muadz. Dengan tabah beliau mengatakan,</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div class="arab" style="text-align: justify;"> أما إذ رأيتك سالماً فقد اشتويت المصيبة</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> “<em>Selama saya melihat anda selamat, saya anggap ringan semua musibah</em>” (<em>ar-Rakhiq al-Makhtum</em>, 256)</div> <div style="text-align: justify;"> <em>Allahu akbar</em>, tanda cinta yang luar biasa. Mengalahkan rasa cinta kepada suaminya, ayahnya, saudaranya, termasuk anaknya. Kesedihan mereka sirna, ketika mereka mendengar bahwa musibah kedua yang jauh lebih besar, ternyata hanya isu yang tidak nyata.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <i>Source : Muslim</i></div>

Kecintaan Para Sahabat kepada Rasulullah

Ketika para pemanah mulai tergiur untuk mengambil ghanimah yang ditinggalkan orang-orang musyrik, pasukan kafir di bawah komando Khalid b...

Read more »

Belajar Adab

Imam Abu ‘Amr Ibnu Shalah menceritakan perkataan Imam Abu Muhammad Ibn Abi Zaid, seorang Imam mazhab Maliki di zamannya, Beliau mengatakan, “Inti dan kunci dari adab yang baik terdapat dalam empat hadits Nabi berikut :<br /> <br /> <strong>Pertama</strong>, sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br /> <div class="arab"> <br /></div> <div class="arab"> ( مَنْ كَانَ يُؤمنُ باللهِ واليومِ الآخر فليَقُلْ خيراً أو ليَصْمُتْ )</div> <br /> “<em>Barangsiapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berkata yang baik atau diam</em>” (H.R Bukhari dan Muslim)<br /> <div class="text_exposed_show"> <br /> <strong>Kedua,</strong> sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br /> <div class="arab"> ( مِنْ حُسْنِ إسلامِ المَرءِ تَركُهُ ما لا يَعْنِيهِ )</div> <br /> “<em>Diantara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat</em>” (H.R Tirmidzi, hasan)<br /> <br /> <strong>Ketiga</strong>, sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br /> <div class="arab"> <br /></div> <div class="arab"> ( لا تَغْضَبْ)</div> <br /> Sabda Nabi kepada seorang yang meminta wasiat kepada beliau, kemudian beliau memberi wasiat singkat, “<em>Jangan marah</em>” Beliau sampai mengulanginya sebanyak tiga kali. (H.R Bukhari)<br /> <br /> <b>Keempat</b>, sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,<br /> <div class="arab"> <br /></div> <div class="arab"> ( المُؤْمِنُ يُحبُّ لأخيه ما يُحبُّ لنفسه )</div> <br /> “<em>Seorang mukmin itu menginginkan untuk saudaranya apa yang dia inginkan untuk dirinya sendiri</em>” (H.R Bukhari dan Muslim)<br /> <br /> Hadits-hadits di atas banyak mengandung faedah tentang adab. Mari kita resapi dan pelajari maknanya, serta diamalkan dalam setiap aktifitas kita. Semoga bermanfaat.</div> <div class="text_exposed_show"> <br /></div> <div class="text_exposed_show"> <i>Source: Muslim</i></div>

Belajar Adab

Imam Abu ‘Amr Ibnu Shalah menceritakan perkataan Imam Abu Muhammad Ibn Abi Zaid, seorang Imam mazhab Maliki di zamannya, Beliau mengatakan...

Read more »

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

<br /> <div style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"> <img alt="sigit1" class="alignleft size-full wp-image-83480" height="200" src="http://img.eramuslim.com/media/2014/09/sigit1.jpeg" width="320" /> </div> <br /> <div style="text-align: justify;"> Assalamu’alaikum Pa Ustadz </div> <div style="text-align: justify;"> Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya? Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun relasi? Terima kasih untuk jawabannya.</div> <div style="text-align: justify;"> Pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya seorang pegawai supermarket yang diminta atasan untuk mengenakan topi sinterklaus dalam rangka memeriahkan natal.</div> <div style="text-align: justify;"> Wassalamu’alaikum wr. wb.</div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> Waalaikumussalam Wr Wb</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan Selamat Natal</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.</div> <div style="text-align: justify;"> Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.</div> <div style="text-align: justify;"> Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>1.</strong> Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.</div> <div style="text-align: justify;"> Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :<br /> 1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.<br /> 2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.</div> <div style="text-align: justify;"> Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>2. </strong>Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.<br /> Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :</div> <div class="ArabCenter" dir="rtl" style="text-align: justify;"> إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ</div> <div style="text-align: justify;"> <em>“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”</em> (QS. Al-Mumtahanah: 8)</div> <div style="text-align: justify;"> Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :</div> <div class="ArabCenter" dir="rtl" style="text-align: justify;"> وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” </em>(QS. An Nisaa : 86)</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Lembaga Riset dan Fatwa Eropa</strong> juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : <em>Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib</em>. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :</div> <div class="ArabCenter" dir="rtl" style="text-align: justify;"> وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا ﴿١٥٧﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.”</em> (QS. An Nisaa : 157)</div> <div style="text-align: justify;"> Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.</div> <div style="text-align: justify;"> Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)</div> <div style="text-align: justify;"> Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :</div> <div style="text-align: justify;"> A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.</div> <div style="text-align: justify;"> B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.</div> <div style="text-align: justify;"> C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.</div> <div style="text-align: justify;"> D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.</div> <div style="text-align: justify;"> E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.</div> <div style="text-align: justify;"> F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.</div> <div style="text-align: justify;"> G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.</div> <div style="text-align: justify;"> Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih<br /> <em>”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.</em><br /> Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :</div> <ol style="text-align: justify;"> <li>Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.</li> <li>Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.</li> <li>Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.</li> </ol> <div style="text-align: justify;"> Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat</div> <div style="text-align: justify;"> Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :</div> <div class="ArabCenter" dir="rtl" style="text-align: justify;"> لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”</em> (QS. Al Mumtahanah : 8)</div> <div style="text-align: justify;"> Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).</div> <div style="text-align: justify;"> Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :</div> <div class="ArabCenter" style="text-align: justify;"> ….فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ  ﴿٥﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.”</em> (QS. At Taubah : 5)</div> <div style="text-align: justify;"> Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.</div> <div style="text-align: justify;"> Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.</div> <div style="text-align: justify;"> Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)</div> <div style="text-align: justify;"> Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).</div> <div style="text-align: justify;"> Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.</div> <div style="text-align: justify;"> Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)</div> <div style="text-align: justify;"> Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : <em>“Akan tetapi penyempitan di sini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.”</em> (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)</div> <div style="text-align: justify;"> Hadits “menyempitkan jalan” itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.</div> <div style="text-align: justify;"> Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus beju besinya.</div> <div style="text-align: justify;"> Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.</div> <div style="text-align: justify;"> Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.</div> <div style="text-align: justify;"> Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.</div> <div style="text-align: justify;"> Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.</div> <div style="text-align: justify;"> Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)</div> <div style="text-align: justify;"> Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt :</div> <div class="ArabCenter" style="text-align: justify;"> لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”</em> (QS. Al Kafirun : 6)</div> <div style="text-align: justify;"> Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.</div> <div style="text-align: justify;"> Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).</div> <div style="text-align: justify;"> Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,</div> <div class="ArabCenter" dir="rtl" style="text-align: justify;"> إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” </em>(QS. Az Zumar : 7)</div> <div style="text-align: justify;"> Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.</div> <div style="text-align: justify;"> Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.</div> <div style="text-align: justify;"> Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.</div> <div class="ArabCenter" dir="rtl" style="text-align: justify;"> مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾</div> <div style="text-align: justify;"> Artinya : <em>“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.</em> (QS. An Nahl : 106)</div> <div style="text-align: justify;"> Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> <strong>Hukum Mengenakan Topi Sinterklas</strong></div> <div style="text-align: justify;"> Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.</div> <div style="text-align: justify;"> Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.</div> <div style="text-align: justify;"> Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,<em>”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.”</em> (Muttafaq Alaih)</div> <div style="text-align: justify;"> Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.</div> <div style="text-align: justify;"> Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.</div> <div style="text-align: justify;"> Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.</div> <div style="text-align: justify;"> Sinterklas yang ada sekarang dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)</div> <div style="text-align: justify;"> Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,<em>”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.”</em> (Muttafaq Alaih)</div> <div style="text-align: justify;"> Tidak jarang diawali dari sekedar meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa menjadikannya berpindah agama (murtad)</div> <div style="text-align: justify;"> Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.</div> <div style="text-align: justify;"> <em>Wallahu A’lam</em></div> <div style="text-align: justify;"> Ustadz Sigit Pranowo Lc</div> <div style="text-align: justify;"> Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :</div> <div style="text-align: justify;"> <a href="http://www.eramuslim.com/bisnis/100-solusi-masalah-kehidupan-dalam-fiqh-kontemporer.htm" title="Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…">Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…</a></div> <div style="text-align: justify;"> <br /></div> <div style="text-align: justify;"> <i>Source : Eramuslim</i> </div>

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

  Assalamu’alaikum Pa Ustadz Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya? Ba...

Read more »