Jika kita tidak mampu mengerjakan sebagian, tetap jangan tinggalkan seluruhnya.
Ini kaedah fikih sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di sebagai berikut,
يجب فعل المأمور به كله فإن قدر على بعضه وعجز عن باقيه فعل ما قدر عليه
“Wajib melakukan yang diperintahkan seluruhnya. Jika mampu melakukan
sebagiannya dan sebagiannya tidak mampu, yang mampu tersebut tetap
dikerjakan.”
Ulama lain membuat kaedah untuk hal ini,
ما لا يدرك كله لا يترك كله
“Jika tidak didapati seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya (yang mampu dikerjakan).”
Atau sebagaimana kata Syaikh As Sa’di dalam syair kaedah fikihnya,
ويفعل البعض من المأمور
إن شق فعل سائر المأمور
Sebagian perintah yang mampu dikerjakan tetap dikerjakan
Itu dilakukan saat tidak mampu mengerjakan seluruhnya
Dalil dari kaedah di atas, Allah Ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah pada Allah semampu kalian.” (QS. At Taghabun: 16).Dalam hadits shahihain disebutkan,
وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Jika kalian diperintah suatu perkara, maka lakukanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337)
Maka tetaplah shalat sesuai dengan rukun shalat yang mampu dikerjakan
atau sebagian syarat yang mampu dikerjakan kala tidak mampu mengerjakan
sebagiannya. Yang mampu dikerjakan, itulah yang dikerjakan. Yang gugur
adalah yang tidak mampu dikerjakan. Contoh semisal ini banyak sekali.
Lihat keterangan Syaikh As Sa’di rahimahullah dalam kaedah ke-40 dari Al Qawa’id Al Ushul Al Jami’ah.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menerangkan kaedah tersebut
bahwa perintah wajib, wajib untuk dilakukan sesuai kemampuan. Yang gugur
adalah yang tidak mampu dikerjakan. Namun yang tidak mampu dikerjakan
ini jika memiliki pengganti, maka pengganti inilah yang dikerjakan.
Misalnya:
- Berwudhu, ketika cukup untuk sebagian anggota wudhu, maka wudhu tetap dilakukan. Sisanya beralih pada tayamum. Karena untuk sebagian anggota tubuh bisa menggunakan air, maka ketika itu tetap menggunakan air. Sedangkan untuk anggota wudhu lainnya, beralih pada tayamum.
- Mandi junub pun demikian. Jika tidak mampu membasuh seluruh badan dengan air karena jumlah air yang terbatas, maka sisanya dengan tayamum.
- Dalam shalat pun demikian, jika tidak mampu shalat berdiri, berarti shalat dalam keadaan yang dimampu.
Jika suatu ibadah tidak punya badal (pengganti), maka secara total
tidak dilakukan. Misalnya, ada yang membunuh orang lain karena khotho’
(keliru, tidak sengaja) sehingga punya kewajiban kafarah, yaitu
membebaskan satu orang budak. Jika tidak mampu, maka beralih pada puasa
dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu untuk yang terakhir, maka
jadi gugur kewajiban kafarah. Lihat penjelasan Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin dalam At Ta’liq ‘ala Al Qawa’id Al Ushul Al Jami’ah, hal. 215.
Pembagian guru kami –Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri-, perintah itu dibagi tiga:
1- Perintah yang jika tidak mampu dikerjakan seluruhnya, maka
kerjakan sebagian yang mampu dilakukan. Misalnya, jika mampu
mengeluarkan zakat yang wajib seluruhnya saat ini, maka dikeluarkan
sebagiannya dahulu. Misalnya pula, jika tidak mampu shalat sambal
berdiri, maka rukun lainnya tetap dilakukan, tanpa menggugurkan
seluruhnya.
Untuk yang pertama ini masuk dalam kaedah, jika tidak bisa mengerjakan seluruhnya, jangan ditinggalkan sebagiannya.
2- Ada perintah yang jika tidak mampu dilakukan sebagiannya, maka
gugur seluruhnya. Misalnya, jika seseorang tidak mampu berpuasa sehari
penuh, maka gugur kewajiban puasa satu hari penuh. Walaupun ketika itu
ia mampu mengerjakan sebagian hari puasa. Misalnya pula, jika seseorang
punya kewajiban kafarah untuk memerdekakan seorang budak, lalu ia hanya
mampu tunaikan sebagiannya, maka jadi gugur seluruhnya. Yang seperti ini
para ulama sebut dalam kaedah,
ما لا يتبعض فاختيار بغضه كاختيار كله وسقوط بعضه كسقوط كله
“Sesuatu yang tidak bisa terpisah-pisah, maka memilih sebagiannya,
sama saja dengan memilih seluruhnya, juga menggugurkan sebagiannya sama
saja dengan menggugurkan seluruhnya.”
Kalau bagian pertama seperti yang dicontohkan dalam pembayaran zakat,
itu satu kesatuan yang bisa dipisah-pisah. Namun untuk bagian kedua ini
tidak bisa dipisah satu dan lainnya.
3- Ada perintah yang tidak dibingungkan bisa masuk pada bagian
pertama ataukah bagian kedua. Misalnya mandi dan wudhu. Untuk mandi,
menurut pendapat terkuat, antara bagian satu dan lainnya boleh terpisah
karena tidak ada kewajiban muwalah (berturut-turut). Sedangkan untuk
wudhu, perlu ditinjau ulang.
Semoga bermanfaat kaedah di atas, semoga jadi ilmu yang bermanfaat.
Untuk hal belajar bisa diterapkan: kalau tidak bisa menjadi seorang ulama, jadilah seorang penuntut ilmu yang mau terus belajar.
Artikel Rumaysho | Jan 15, 2015