Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah Ta’ala, salawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam dan pengikutnya yang teguh menjalankan sunah-sunahnya.
Islam merupakan agama yang sempurna dan sangat menghormati
hak dalam bersaudara antara sesama manusia. Karena itu, Islam sangat
menjamin hak-hak setiap individu maupun masyarakat dan melarang
perbuatan yang menyerempet kepada hak-hak pribadi maupun aib dari setiap
manusia. Salah satu perbuatan atau sikap yang buruk adalah tajassus.
Apa itu tajassus? Tahukah kalian apa itu tajassus? Mari kita simak
sedikit demi sedikit.
Pengertian Tajassus
Tajassus kalau dalam istilah kita dinamakan dengan
memata-matai (spionase) atau mengorek-orek berita. Sehingga dalam
lingkungan pesantren kata itu sering kali digunakan dan menyebutnya
sebagai ‘jaasuus’ atau mata-mata.
Namun dalam kamus literatur bahasa Arab, misalnya kamus Lisan al-‘Arab karangan Imam Ibnu Manzhur, tajassus berarti “bahatsa ‘anhu wa fahasha” yaitu mencari berita atau menyelidikinya.[1]
Sementara dalam kamus karangan orang Indonesia, misalnya dalam kamus Al-Bishri, tajassus berasal dari kata “jassa-yajussu-jassan” kemudian berimbuhan huruf ta di awal kalimat dan di-tasydid huruf sin-nya maka menjadi kata “tajassasa-yatajassasu-tajassusan” yang berarti menyelidiki atau memata-matai.[2]
Dari pengertian tersebut, maka bisa kita tarik
kesimpulan bahwa tajassus adalah mencari-cari kesalahan orang lain
dengan menyelidikinya atau memata-matai. Dan sikap tajassus ini termasuk
sikap yang dilarang dalam Alquran maupun hadis.
Larangan Bersikap Tajassus
Larangan dari Alquran
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala melarang kita
untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Entah itu dengan kita
menyelidikinya secara langsung atau dengan bertanya kepada temannya. Tajassus biasanya merupakan kelanjutan dari prasangka buruk sebagaimana yang Allah Ta’ala larang dalam beberapa kalimat sebelum pelarangan sikap tajassus.
Larangan dari hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ
أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ
تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ
إحْوَانًا
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka
buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah
kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai,
saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah
kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”[3]
Perkataan Ulama Salaf tentang Tajassus
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata,
(( ولا تظنَّنَّ بكلمة خرجت من أخيك المؤمن إلاَّ خيراً، وأنت تجد لها في الخير مَحملاً ))
“Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang
keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik.
Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada
prasangka-prasangka yang baik.”[4]
Syekh Abu Bakar bin Jabir al-Jazairi rahimahullah
berkata ketika menafsirkan ayat ke 12 dari surat Al-Hujurat, “haram
mencari kesalahan dan menyelidiki aib-aib kaum muslimin dan
menyebarkannya serta menelitinya”[5].
Syekh As-Sa’di rahimahullah berkata, “janganlah kalian meneliti aurat (aib) kaum muslimin dan janganlah kalian menyelidikinya.”[6]
Murid dari Syaikh as-Sa’di yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah juga berkata, “tajassus yaitu mencari aib-aib orang lain atau menyelidiki kejelekan saudaranya”[7].
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu
Syaikh juga menuturkan ketika menafsirkan ayat di atas sebagai
berikut, “maksudnya adalah atas sebagian kalian. Kata ‘tajassus’
lebih sering digunakan untuk suatu kejahatan. Sedangkan kata ‘tahassus’
seringkali digunakan untuk hal yang baik. Sebagaimana yang difirmankan
Allah Ta’ala, yang menceritakan tentang nabi Ya’qub ‘alaihissalam, di mana Dia berfirman dalam surat Yusuf ayat 87.
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ
(Ya’qub berkata) “Wahai anak-anakku, pergilah kalian, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya…” (QS. Yusuf: 87)
Namun terkadang kedua kata tersebut digunakan untuk
menunjukkan hal yang buruk, sebagaimana ditegaskan dalam hadis sahih di
atas.”[8]
Imam Abu Hatim al-Busti rahimahullah
berkata, “tajassus adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana
sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan. Orang
yang berakal akan berprasangka baik kepada saudaranya, dan tidak mau
membuatnya sedih dan berduka. Sedangkan orang yang bodoh akan selalu
berprasangka buruk kepada saudaranya dan tidak segan-segan berbuat jahat
dan membuatnya menderita.”[9]
Nasihat Bagi Yang Suka Mencari Kesalahan Orang Lain
Cukuplah buat kita sebuah untaian perkataan seorang imam
yaitu Imam Abu Hatim bin Hibban Al-Busthi berkata dalam sebuah kitabnya
yang dikutip oleh Syekh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr dalam
tulisannya sebagai berikut, ”Orang yang berakal wajib mencari
keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan
senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya
orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan
kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa
capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia
akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada
saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan
kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya
akan buta, badannya akan merasa letih, dan akan sulit baginya
meninggalkan kejelekan dirinya.”[10]
Semoga kita senantiasa dimudahkan oleh Allah dalam
berakhlak karimah dan menjauhi sifat-sifat buruk dan sikap yang
merugikan diri kita sendiri. Amiin.
Sumber : Muslim