Hikmah keutamaan pahala puasa sunnah Asyura 10 Muharram adalah
termasuk di dalam keutamaan kemuliaan bulan Muharram yang merupakan
awal tahun baru Hijriah di dalam kalender penangggalan Islam.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini memiliki keutamaan yang sangat besar.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini memiliki keutamaan yang sangat besar.
Pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan yang lainnya dan tidak ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan dengan bulan- bulan lain. Ketika Allah SWT memilih bulan khusus untuk menurunkan rahmat-Nya, maka Allah Swt lah yang memiliki kebesaran itu atas kehendakNya.
Keutamaan Kemuliaan Bulan Muharram
Muharram berasal dari kata yang dalam Bahasa Indonesia mempunyai
arti 'diharamkan' atau 'dipantang' yaitu dilarang melakukan peperangan
atau pertumpahan darah. Makna tersebut menandakan bahwa bulan Muharram
akan menjadi bulan yang damai bagi seluruh umat.
Bulan muharram ini adalah bulan di mana Allah muliakan dan Rasulullah serta para sahabatnya mengagungkannya. Sepatutnya juga kita sebagai umat Islam turut serta dalam mengagungkan bulan ini dengan cara meningkatkan amalan ibadah dan amal shalih, baik secara kuantitas serta juga kualitas.
Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Manfaat keutamaan hikmah puasa antara lain adalah bahwa dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya.
Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat.
Puasa asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 10 muharram. Rasulullah bersabda : "Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975)
Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini. Termasuk di dalamnya adalah Puasa Sunnah Arafah Bulan Dzulhijjah.
Bulan muharram ini adalah bulan di mana Allah muliakan dan Rasulullah serta para sahabatnya mengagungkannya. Sepatutnya juga kita sebagai umat Islam turut serta dalam mengagungkan bulan ini dengan cara meningkatkan amalan ibadah dan amal shalih, baik secara kuantitas serta juga kualitas.
Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Manfaat keutamaan hikmah puasa antara lain adalah bahwa dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya.
Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat.
Puasa asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 10 muharram. Rasulullah bersabda : "Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975)
Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini. Termasuk di dalamnya adalah Puasa Sunnah Arafah Bulan Dzulhijjah.
Puasa Asyura 10 Muharram
Berikut beberapa keutamaan berpuasa Asyura bulan Muharram antara lain :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadhan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu.” (HR. Muslim).
Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika Rasullullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika Puasa Bulan Ramadhan menjadi puasa wajib, kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja dan kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan.
Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau atau boleh juga tidak berpuasa, jika ia mau." Namun, Rasulullah Saw biasa berpuasa pada hari 'Asyura bahkan setelah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang Puasa Pada Hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu’, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya ).
Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya.) Puasa Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan’, maksudnya berpuasa pula pada hari Tasu’a.
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadhan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu.” (HR. Muslim).
Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika Rasullullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika Puasa Bulan Ramadhan menjadi puasa wajib, kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja dan kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan.
Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau atau boleh juga tidak berpuasa, jika ia mau." Namun, Rasulullah Saw biasa berpuasa pada hari 'Asyura bahkan setelah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang Puasa Pada Hari ‘Asyura, beliau menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu’, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya ).
Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya.) Puasa Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan’, maksudnya berpuasa pula pada hari Tasu’a.
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.
Ada beberapa cara di dalam menjalankan puasa di bulan muharram ini
antara lain dan juga tingkatan berpuasa ‘Asyura yang disebutkan oleh
para ahli fiqh.
Para ulama membuat beberapa tingkatan dalam berpuasa di hari ‘Asyura ini, sebagai berikut:
- Tingkatan I : Berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram.
- Tingkatan II : Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.
- Tingkatan III : Berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram.
- Tingkatan IV : Berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram.
Hal ini berdasarkan pada waktu ketika Rasulullah saw memerintahkan
untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari
yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda:
“Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan,
akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).
Semoga Allah berkenan menerima puasa kita dan kelak bisa memasuki surga dari pintu yang khusus disediakan bagi orang yang gemar berpuasa.
Semoga Allah berkenan menerima puasa kita dan kelak bisa memasuki surga dari pintu yang khusus disediakan bagi orang yang gemar berpuasa.
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152)