Di antara orang-orang yang berusaha keras untuk melawan Islam dan
menghalangi penyebaran Islam adalah orang-orang Yahudi. Mereka bahkan
bekerja sama dengan orang-orang musyrik dan menghasut suku-suku Arab
kafir terhadap Islam, meskipun mereka seharusnya menjadi orang pertama
yang percaya dan membantu Islam.
Al-Qur’an menegur mereka terkait dengan perbuatan keji mengerikan,
dan menantang mereka untuk menyebutkan cerita tentang Sabat di mana
beberapa dari mereka bermetamorfosis menjadi monyet dan babi. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an,
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israel tentang negeri yang terletak di
dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu
datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka
terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu,
ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba
mereka disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat
di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan
membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?’
Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab)
kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.’ Maka tatkala mereka
melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan
orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada
orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu
berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang
mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu
kera yang hina.” (Al-Araf :163-166)
“Hai orang-orang beriman, janganlah teman dan pelindung orang-orang
yang membawa agama untuk olok-olok atau olahraga, – apakah di antara
mereka yang menerima Kitab sebelum kamu, atau di antara orang-orang yang
kafir, tetapi kamu takut kepada Allah, jika kamu beriman (memang).
Ketika kamu nyatakan ajakan Anda untuk doa mereka bawa (tetapi) sebagai
ejekan dan olahraga; itu adalah karena mereka adalah orang-orang tanpa
pemahaman.” (QS Al-A’raf [7]: 163-166)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi
pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan
permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab
sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan
bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang,
mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah
karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.
Katakanlah: “Hai Ahli kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya
lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada
kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di
antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?” Katakanlah: “Apakah
akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk
pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu
orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada)
yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?” Mereka
itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.”
(QS Al-Maidah [5]: 57-60)
Dalam ayat tersebut di atas, seorang muslim dilarang bersikap loyal
terhadap orang-orang yang dikutuk dan melecehkan Islam. Di antara ajaran
Islamic diejek oleh orang-orang Yahudi adalah adzan. Al-Qur’an mengecam
dan mengingatkan mereka tentang salah satu tindakan memalukan yang
mengakibatkan satu kelompok orang-orang Yahudi diubah menjadi kera.
Dalam kisah ini, Allah telah menguji keyakinan mereka dan sejauh mana
mereka mematuhi-Nya. Di beberapa desa yang terletak di Laut Merah,
orang-orang Yahudi bekerja sebagai nelayan. Allah memerintahkan ikan
untuk tidak mendekati pantai, kecuali pada hari Sabtu. Pada hari Sabtu
ikan melimpah datang ke pantai. Jadi, ketika mereka menemukan bahwa ikan
hanya datang pada hari Sabtu, maka mereka mulai membuat beberapa trik
dengan menyebarkan jaring ikan, lalu mereka mengumpulkan ikan-ikan yang
tertangkap jaring pada hari Minggu. Padahal dalam Kitab Taurat
orang-orang Yahudi diperintahkan untuk tidak bekerja pada hari Sabtu.
Ada tiga kelompok orang yang memperdebatkan mengenai apa yang harus
mereka lakukan. Beberapa dari mereka memperingatkan kelompok kedua,
yaitu orang-orang yang berbuat dosa, akan siksaan akibat perbuatan
mereka itu. Sementara kelompok ketiga menolak untuk mengambil bagian
dalam dosa. Bahkan mereka berkata kepada yang kelompok pertama yang
memberi nasihat kepada kelompok kedua, “Untuk apa kamu menasihati
orang-orang yang berdosa itu?” Itulah nasehat yang diberikan jauh
sebelum hukuman Allah terjadi. Hukuman Allah itu terjadi dengan begitu
cepat, dan orang-orang yang berdosa itu pun bermetamorfosis menjadi
kera. Cerita ini dihapus dari Taurat meskipun masih ada beberapa
jejaknya. Yang pertama adalah:
“Engkau memandang ringan terhadap hal-hal yang kudus bagi-Ku dan hari-hari Sabat-Ku kaunajiskan.” (Yehezkiel 22:8)
Seperti apa cerita hari Sabat? Ini adalah pertanyaan yang tidak ada
jawabannya dalam bab kanonik, namun masih ada beberapa bukti yang
menjelaskan bagaimana mereka menistakan Sabat dan bagaimana mereka
memanipulasinya dalam Talmud, kisah-kisah kuno orang Yahudi. Bahkan ada
bukti dalam tulisan suci yang tercatat setelah penulisan Talmud yang
menoleransi penyebaran jaring ikan untuk menangkap ikan dan jaring untuk
menangkap binatang-binatang di hari Sabtu untuk mereka kumpulkan di
hari berikutnya.
Yang terakhir dari bukti-bukti ini ditemukan di Kitab Rabbinci dan Talmud Aramaic. Dalam buku ini dijelakan Jacopo bernubuat bahwa keturunan Efraim, anak Yusuf, akan mengalami bencana karena menangkap ikan dengan mulut, dan sebagai akibatnya mereka akan menjadi bisu lalu mati seperti ikan.
Yang terakhir dari bukti-bukti ini ditemukan di Kitab Rabbinci dan Talmud Aramaic. Dalam buku ini dijelakan Jacopo bernubuat bahwa keturunan Efraim, anak Yusuf, akan mengalami bencana karena menangkap ikan dengan mulut, dan sebagai akibatnya mereka akan menjadi bisu lalu mati seperti ikan.
Kepada mereka yang masih mengklaim bahwa Nabi Muhammad Saw.
mengadopsi kisah-kisah dalam Al-Quran dari kitab suci mereka kita
katakan: Apakah mungkin beliau membaca kitab suci mereka meskipun beliau
buta huruf dan tidak pernah tahu salah satu bahasa dari buku-buku ini
untuk menyisipkannya di dalam Al-Qur’an? Apakah mungkin beliau
mendapatkan buku-buku ini lalu membaca potongan-potongan cerita yang
berserakan dan kemudian menemukan garis samar yang menghubungkan semua
bagian, kemudian menulis cerita ini? Tidak diragukan lagi itu adalah
kitab yang nyata dari Allah dan setiap kata adalah benar.